Tuesday, January 15, 2008

MENGENANG DAN BELAJAR DARI PARA PAHLAWAN GORONTALO

Oleh : Yosef P. Koton

10 Nopember dikenang sebagai hari Pahlawan. Pada tanggal tersebut di Surabaya terjadi peristiwa heroik mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang sudah diproklamasikan Soekarno Hatta. Situasi dan kondisi serta permasalahan saat itu membutuhkan munculnya para pahlawan yang mengorbankan jiwa raganya demi kemerdekaan bangsa yang dicintainya. Bukan saja di Indonesia telah melahirkan banyak para pahlawan tetapi di belahan dunia yang lain pun begitu banyak para pahlawan yang tercatat dalam sejarah.

Bagaimanakah dengan daerah kita sendiri di Provinsi Gorontalo? Adakah kita memiliki para Pahlawan yang telah tercatat dalam sejarah yang akan selalu dikenang oleh putera dan puteri daerah ini sepanjang masa? Ternyata 622 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1385, di daerah Provinsi Gorontalo, sebelum masa penjajahan bangsa Belanda berlangsung, sudah memiliki para Pahlawan yang berjuang memecahkan permasalahan yang muncul saat itu dalam rangka perubahan untuk kemajuan daerah Gorontalo saat itu dan buah hasil perjuangan para pahlawan tersebut masih terasakan hingga saat ini.

Pada masa daerah Gorontalo dimana pemerintahannya masih berbentuk kerajaan, tercatat dalam sejarah, dari sekian para Raja yang yang telah memerintah dikerajaan Gorontalo terdapat empat Raja yang sangat menonjol sumbangsihnya bagi kemajuan daerah Gorontalo dulu, saat ini dan yang akan datang yang dapat dikenang sebagai para pahlawan yang mempunyai karya dan jasa yang luar biasa dalam perubahan kemajuan pembangunan daerah ini dimana karyanya masih terasa dan berpengaruh hingga sekarang. Para Raja yang dikenang sebagai para Pahlawan yang dianugrahi gelar Ilomata Wopato yaitu sebagai berikut :

1. Raja Wadipalapa ( Tahun 1385 – 1427 )

Sumbangsih terbesar dari Raja ini yang memerintah kerajaan Gorontalo selama 42 tahun, terhadap kemajuan daerah ini karena Raja Wadipalapa dapat mempersatukan 17 kerajaan yang kecil-kecil yang ada di Gorontalo saat itu menjadi sebuah kerajaan yang lebih besar dan luas wilayahnya, sehingga menjadi tidak mudah bagi kerajaan yang ada di luar Gorontalo datang menyerang, menjajah dan memerintah daerah ini.

Dari perjuangan Raja Wadipalapa menunjukkan bahwa ternyata nilai inovasi sudah ditanamkan dan disemaikan Raja Wadipalapa di daerah serambih Medinah 622 tahun yang lalu. Kalau daerah ini ingin maju harus ada perubahan. Daerah ini bertahun-tahun yang lalu mempunyai 17 kerajaan yang kecil-kecil. Dengan tekad untuk kemajuan daerah dan nilai inovasi yang dimiliki dan diyakininya Raja Wadipalapa mempersatukan kerajaan yang kecil-kecil sehingga hanya menjadi satu kerajaan saja. Bisa dibayangkan bagaimana usaha dan kerja keras serta kecerdasan dari Raja Wadipalapa dalam meyakinkan 17 Raja yang kecil-kecil mengikuti pemikirannya untuk melepaskan dan mengorbankan tahta kekuasaannya, bersatu hingga menjadi hanya satu kerajaan saja.

Nilai keikhlasan, tidak rakus kekuasaan dan jabatan juga telah ditanamkan dan disemaikan di bumi Gorontalo 622 tahun yang lalu oleh ke 17 Raja yang melepaskan tahtanya demi nilai persatuan untuk kemajuan daerah ini pada saat itu dan yang akan datang. Ternyata untuk menanamkan dan menyemaikan nilai persatuan di daerah Gorontalo pengorbanan yang harus dilakukan oleh ke 17 Raja adalah sangat besar dan luar biasa.

Oleh sebab itu nilai persatuan yang sudah ditanamkan dan disemaikan 622 tahun yang lalu oleh Raja Wadipalapa dan 17 Raja yang kecil-kecil di daerah Gorontalo ini merupakan nilai warisan leluhur harus terus dipupuk, dibina agar tumbuh subur dihati putera-puteri Gorontalo saat ini dan yang akan datang. Demi kemajuan masyarakat dan pembangunan daerah Gorontalo, persatuan harus dikedepankan. Agar anggaran pembangunan dari pemerintah pusat bertambah besar dikucurkan ke daerah ini misalnya semua elemen masyarakat baik di dalam daerah maupun di luar daerah harus bersatu padu mendukungnya. Lupakan untuk sementara perbedaan yang ada demi anggaran dari luar daerah masuk kedalam daerah untuk kemajuan pembangunan daerah Gorontalo. Perbedaan biasanya terjadi karena dalam rangka efisiensi, efektifitas dan ketepatan sasaran yang dibidik. Kalau untuk kemajuan daerah nilai persatuan jangan dilanggar, nilai ini warisan leluhur, pamali kata orang-orang, kualat nanti akan mendapatkan kutukan dari para leluhur Gorontalo yang telah hidup beratus ratus tahun lalu.

Kalau ada persatuan bukan untuk kemajuan daerah Gorontalo, maksudnya terjadi penyelewengan hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Hal ini bukanlah nilai yang diwariskan oleh para leluhur Gorontalo. Nilai ini harus dienyahkan dari bumi lo hulantalo dan pelakunya harus dikutuk kalau perlu dikutuk 7 generasi / turunan. Orang-orang seperti ini harus diasingkan keluar dari daerah Gorontalo ditempatkan dalam satu pulau tersediri sehingga mereka tidak akan dapat menularkan nilai-nilai kejahatan terhadap kemanusiaan. Kalau mereka ini dibiarkan bebas berkeliaran di daerah Gorontalo dikhawatirkan sikap dan perbuatan mereka ini dapat berakibat fatal merusak tatanan nilai yang sudah diwariskan para leluhur Gorontalo.

2. Sultan Matolodulakiki ( Tahun 1550 – 1580 )

Naik tahta 123 tahun kemudian setelah Raja Wadipalapa, Putera Sultan Amai, memerintah kerajaan Gorontalo selama 30 tahun, berhasil menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan yang diyakini seluruh rakyat. Syara’ bersendikan adat yang diformalkan oleh Sultan Amai diperbaharuinya menjadi adati hulo-huloo to syara’, syara’ hulo-huloo to adati (adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan adat).

Suatu usaha yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh dengan bekerja yang keras dan cerdas yang dilakukan Sultan Matolodulakiki sehingga menghasilkan suatu perubahan yang cukup signifikan dimana Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan. Sultan Matolodulakiki menanamkan dan menyemaikan nilai kerja keras dan cerdas serta istiqomah. Tak ada yang tak bisa dilakukan, semua akan nyata apabila kita mau bekerja keras dan cerdas serta kita betul-betul meyakininya. Melakukan sesuatu yang kita yakini benar jangan setengah-setengah, baru mendapatkan sedikit kritik langsung mopolee menyatakan mundur tidak mau melanjutkan lagi suatu ide yang sebenarnya briliant dan masuk akal. Para leluhur Gorontalo tidak pernah mewariskan sikap prokolol dan koprol. Para leluhur Gorontalo kalau sudah meyakini bahwa sesuatu benar adanya, maka segala daya upaya dikerahkannya untuk mewujudkan keyakinanannya tersebut tanpa tedeng aling-aling seperti kata orang-orang.

Nilai-nilai para leluhur inilah yang sudah dipraktekan secara berhasil oleh putera-puteri Gorontalo yang merantau keluar daerah. Orang Gorontalo kalau sudah berada diluar daerah selalu teringat dan memegang teguh nilai-nilai para leluhur dan biasanya mereka berhasil masing-masing dibidang yang ditekuninya dan menjadi sangat terkenal. Sebut saja antara lain B. J. Habibie ahli yang diatas bumi (pesawat) dan pernah menjadi Presiden. J. A. Katili ahli yang didalam bumi (Geologi). H. B. Jassin ahli bahasa dikenal sebagai Paus Sastera Indonesia. Rahmat Gobel dikenal sebagai pengusaha yang berhasil. Adhiyaksa Dault (Menteri Pemuda dan Olah Raga). Ciputera (Pengusaha). Ada juga yang berhasil karena beristerikan orang Gorontalo seperti Jenderal Wiranto (Menhankam, Pangab). Dan masih banyak lagi yang lainnya.

3. Raja Eyato ( Tahun 1673 – 1679 )

Naik tahta 93 tahun kemudian setelah Sultan Matolodulakiki, Dikenal sebagai diplomat ulung yang berhasil mendamaikan peperangan yang sudah berlangsung selama 187 tahun ( Tahun 1485 – 1672 ) antara kerajaan Gorontalo dan Kerajaan Limboto.

Suatu kinerja hasil yang sungguh luar biasa yang dicapai oleh Raja Eyato. Nilai integritas pribadi yang tinggi dan memegang teguh amanah serta berperilaku jujur dan low profil sehingga ke dua belah pihak yang berperang mempercayainya berhasil dtanamkan dan disemaikan untuk diwariskan kepada generasi putera puteri Gorontalo dimasa yang akan datang. Ternyata keahlian melobi pada pihak-pihak yang berperang sudah dipraktekan secara berhasil 334 tahun yang lalu oleh Raja Eyato. Tidak gampang mendamaikan pihak-pihak yang sudah berperang beratus tahun kecuali oleh orang yang memiliki kecakapan, kecerdasan diatas orang-orang yang normal dan dapat dipercayai oleh kedua belah pihak serta tidak memihak. Mempunyai wawasan yang luas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif pemecahan masalah yang berdaya guna dan berhasil guna. Raja Eyato bekerja dengan target dan sasaran yang jelas. Sasaran ditentukan lebih dahulu baru kemudian memanah sasaran tersebut. Bukan dengan memanah lebih dahulu kesembarang tempat tanpa sasaran yang jelas kemudian tempat dimana panah menancap dilingkari bahwa inilah sasaran yang hendak saya bidik tanpa melakukan suatu usaha yang terencana dan terprogram secara sistematis, bo prokolol.

4. Sultan Botutihe ( tahun 1728 – 1755 )

Naik tahta 49 tahun kemudian setelah Raja Eyato. Memerintah Kerajaan Gorontalo selama 27 tahun. Sultan Botutihe berhasil membangun dan menata Kota Gorontalo sehingga pembangunannya berkembang dengan pesat. Ibukota kerajaan yang tadinya terletak di desa penulis, di desa Hulawa, dipindahkan ke desa Tuladenggi, kecamatan Dungingi dan akhirnya dipindahkan lagi ke ibukota Kota Gorontalo saat ini.

Nilai kesejahteraan masyarakat ditanamkan dan disemaikan agar tumbuh subur di daerah Du luwo limo lo pohalaa sebagai warisan untuk putera-puteri generasi Gorontalo yang akan datang. Sultan menyadari bahwa kalau kekuasaan tidak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat maka kekuasaan yang dimilikinya tidak akan bermanfaat dan tidak akan berarti apa-apa bagi kehidupan rakyat. Oleh karena itu rakyat diberdayakannya sesuai dengan potensi yang dimiliki rakyat sehingga dalam membangun ada partisipasi dari rakyat. Dengan demikian rakyat merasa memiliki apa yang sudah dibangun tersebut. Hasilnya kemajuan pembangunan kerajaan saat itu sungguh dahsyat, luar biasa.

Sejak Bangsa Belanda masuk dengan persejataannya yang modern yang sangat sulit ditaklukan oleh para Raja Gorontalo dan Limboto maka dimulailah era penjajahan Belanda di Gorontalo (Tahun 1667 – 1942 ). Para Raja yang menentang kekuasaan Belanda di asingkan ke luar daerah. Sistem kerajaan di non aktifkan dan digantikan dengan sistem pemerintahan otoriter Belanda yang berkuasa di daerah Gorontalo selama 275 tahun ( 4 generasi/turunan )

Kekuasaan Belanda di Gorontalo selama 275 tahun berhasil diakhiri, dihentikan pada tanggal 23 Januari 1942 oleh para pahlawan pada waktu itu, dibawah pimpinan Pak Nani Wartabone, Kusno Danupoyo dkk.

Nilai keberanian dan ketepatan waktu bertindak berhasil ditanamkan dan disemaikan agar tumbuh subur dibumi lo hulantalo oleh Pak Nani dkk untuk diwariskan kepada generasi penerus. Bisa dibayangkan bila para Pahlawan ini terlambat bertindak pada waktu itu maka terjadilah tindakan Belanda membumi hanguskan bangunan infrastruktur yang sudah dimiliki daerah Gorontalo pada waktu itu.

59 tahun kemudian setelah perjuangan Pak Nani Wartabone dkk, Pada tanggal 16 Pebruari 2001 Gorontalo berhasil menjadi daerah otonom berdiri sendiri menjadi sebuah Provinsi ke 32 RI dibawah pimpinan Pak Nelson Pomalingo, Natsir Moodoeto dkk.

Nilai semangat kemandirian untuk memicu percepatan ketertinggalan pembangunan berhasil ditanamkan dan disemaikan untuk diwariskan kepada para generasi penerus cita-cita perjuangan para pahlawan Gorontalo. Daerah Gorontalo adalah terlahir dari para leluhur yang terhormat, bermartabat, berjiwa pejuang berpikiran maju kedepan untuk perubahan kearah kemajuan daerah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa diskriminasi dan eksploitasi dengan mengorbankan kemerdekaan dan kebebasan untuk berekspresi dan exis dari pihak-pihak lain dalam mengarungi kehidupan duniawi sebagai persiapan menuju dunia ukhrawi.

Orang-orang yang kurang beruntung dalam mengarungi kehidupan harus dibantu, ketertinggalan dalam berbagai segi kehidupan harus diperangi. Kerusakan alam harus dicegah demi kehidupan generasi Gorontalo dimasa yang akan datang. Semua itu akan dapat diwujudkan apabila kita hidup dalam alam kemandirian sebagai sebuah daerah yang otonom.

Mengenang dan belajar dari para Pahlawan Gorontalo sangat mengasyikan dan menarik, pengorbanan dan perubahan besar-besaran yang sudah mereka lakukan untuk kemajuan daerah Gorontalo sehingga tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Gorontalo diraihnya karena mendapatkan dukungan dari segala lapisan masyarakat Gorontalo. Para Pahlawan tahu bagaimana memicu timbulnya partisipasi masyarakat dan memberdayakan masyarakat sehingga tujuan mencapai perubahan yang diinginkan para Pahlawan sangat mudah diraihnya. Sangat mencengangkan lagi kesuksesan para Pahlawan ini tidak diikuti dengan pembiayaan anggaran yang besar-besar.

Contoh penerapan ilmu dari nilai yang diwariskan para Pahlawan ini pernah diterapkan oleh Pak Martin Liputo, mantan Bupati Gorontalo dalam membangun Stadion olah raga 23 Januari Telaga. Semua orang tahu pada saat itu bagaimana pelitnya pemerintah Propinsi Sulut mengucurkan anggaran ke daerah Gorontalo. Dengan memberdayakan segenap lapisan masyarakat Kabupaten Gorontalo pada waktu itu, maka Stadion olah raga termegah sesudah stadion Matoangin Makassar pada saat itu terbagun dalam waktu sekejap. Seluruh Kecamatan di Kabupaten Gorontalo mendapatkan jatah sekian meter didalam membangun Stadion. Maka para camat datang membangun dengan partisipasi dari para tukang batunya. Untuk penanaman rumput dilapangan diharapkan partisipasi dari para siswa se Kecamatan telaga. Kebetulan penulis sendiri pada saat itu, siswa SDN 1 Bulila Telaga dan mendapatkan jatah partisipasi membawa rumput seukuran 20 x 20 Cm untuk ditanamakan di Stadion Kebanggaan Gorontalo tersebut. Oleh karena itu setiap ada pertandingan bola kaki, Persigo maupun Persidago berlaga di Stadion tersebut penulis akan selalu datang menyaksikannya sambil membuka lembaran memori, mengingat-ingat kira-kira rumput yang dibawa penulis dulu itu ditanam disebelah mana yaaa…… ?

Saat ini permasalahan utama daerah kita Gorontalo adalah masih tingginya penduduk miskin yang harus dimerdekakan, Banjir yang setiap tahun melanda daerah Gorontalo dan Danau Limboto yang setiap hari airnya makin menyusut. Solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut janganlah terlalu mengandalkan banyaknya anggaran untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Tetapi tengoklah kembali kepada sejarah dari nilai-nilai yang sudah dtanamkan dan disemaikan oleh para Pahlawan putera-puteri leluhur Gororatalo sejak 622 tahun yang lalu (tahun 1385) oleh Raja Wadipalapa, yang dilanjutkan oleh Sultan Matolodulakiki,, Raja Eyato, Sultan Botutihe, Pak Nani Wartabone dkk sampai dengan Pak Nelson Pomalingo dkk. Para pahlawan ini dalam melahirkan karya yang besar untuk kemajuan daerah Gorontalo tidak terlalu menitik beratkan pada jumlah anggaran yang besar tetapi lebih kepada pemberdayaan masyarakat yang merangsang timbulnya partisipasi segenap masyarakat yang melahirkan revolusi dan dapat menuntaskan permasalahan yang dihadapi masyarakat Gorontalo saat itu.

Sudah 6 tahun yang lalu sejak Provinsi Gorontalo terbentuk (tahun 2001) Apakah akan lahir kembali pahlawan yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Gorontalo dalam mengenyahkan kemiskinan, banjir dan melestarikan Danau Limboto seperti abadinya nyanyian to bulalo lo limutu… tahi ta eya tobulotu…. taluhu he inda indawa…… dimana penulis masih siswa SD sering menyanyikanya. Ataukah yang muncul adalah para pecundang yang oportunis, mengumpul-ngumpulkan harta kekayaan, haus kekuasaan dan jabatan dimana nanti namanya tak akan pernah tercatat dalam sejarah Gorontalo sebagai pahlawan yang mempunyai karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat Gorontalo?

Pada Hari Pahlawan 10 Nopember, mari kita menundukan kepala sejenak, megheningkan cipta mengenang jasa para pahlawan putera-puteri Gorontalo. Belajar dan mewarisi nilai-nilai yang sudah ditanamkan dan disemaikan untuk selalu dipupuk agar tetap tumbuh subur di daerah tercinta bumi lo hulontalo. Jangan kecewakan para leluhur yang telah berjuang dengan usaha yang keras dan cerdas memajukan daerah Gorontalo tercinta. Lanjutkan perjuangannya, buktikan bahwa kita sebagai generasi penerusnya mampu menjaga amanah yang sudah dititipkan kepundak kita untuk membangun, memajukan masyarakat dan daerah Gorontalo sesuai dengan nilai-nilai yang sudah diwariskan. Mari kita menengok sejenak ke belakang, mengenang jasa-jasa para pahlawan, mempelajari dan merenungkan kembali nilai-nilai kepahalawan mereka. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para Pahlawan seperti yang tertulis di Taman Makam Pahlawan Pentadio yang kita baca saat kita melewati tempat tersebut. .

Ketua Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup AP3G

(Aktifis Pembentukan dan Pengawal Provinsi Gorontalo), Mahasiswa S3 Administrasi Publik Universitas Negeri Makassar Kerjasama dengan UNG

Tulisan ini dimuat di Harian Gorontalo Post, pada tanggal 8 – 12 Nopember 2007