Wednesday, March 18, 2009

MAKAM BUNG KARNO


Aku dan temanku tidak melewatkan waktu begitu saja keberadaan kami di Kota Malang. Kapan lagi kami punya kesempatan berkunjung ke kota Malang. Oleh karena itu sisa waktu yang tersisa kami tidak sia-siakan. Ditemani Pak Budi dan Pak Yusuf kami langsung tancap gas menuju ke Blitar berziarah ke Makam Pahlawan Kemerdekaan Indonesia, Bung Karno. Perjalanan kami tempuh selama kurang lebih 3 – 4 Jam dari Kota Malang. Didalam perjalanan terbayang dalam pikiranku, bila Bung Karno sering melintas di jalan ini apabila beliau ke Surabaya atau ke Kota Malang. Melewati sungai, sawah di perjalanan akhirnya sampai juga kami ke Makam Beliau.

Begitu masuk ke Makam kami diminta oleh Petugas untuk mengisi buku tamu. Petugasnya aku lihat badannya tegak dengan tersenyum dan sangat berwibawa melayani kami. Begitu pula petugas yang di bagian Museum dan di pekuburan. Pikirku mungkin ini sudah menjadi karakter orang Blitar. Tidak heran bila Bung Karno menjadi pemimpin kharismatik karena terikut pembawaan karakter masyarakat yang kharismatik.

Makam Bung Karno diapit makam Ibundanya dan Ayahandanya. Kami berdoa di makam Bung Karno dipimpin temanku Pak Ismail.

PONDOK PESANTREN BIHAARU BAHRI ‘ASALI FADLAAILIR RAHMA


Pada tanggal 24 Pebruari 2009, Aku ditugaskan kantor mengikuti Temu Karya di Balai Besar Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BBPMD) Malang di Jalan Langsep Nomor 7 Kota Malang Jawa Timur. Pada hari Minggu, saya bersama temanku dari BPMD Kabupaten Gorontalo, Pak Ismail Onu ditemani Pak Sigit dan Pak Yusuf dari BBPMD mengunjungi Pondok Pesantren yang beralamat di Jalan Anggur RT 27 RW 06 Desa Sunanrejo Kecamatan Turen Kabupaten Malang. Perjalanan dari Kota malang ke Pontren kami tempuh kurang lebih 2 Jam. Sepanjang jalan kulihat banyak gedung tua peninggalan Belanda. Kota Malang pembangunannya jauh lebih maju dibandingkan dengan kotaku Gorontalo. Saluran drainasenya lebar dan dalam, sehingga bila banjir air banjirnya hanya bisa bertahan kurang lebih 2 – 3 jam langsung surut, jadi tidak berdampak merusak apa yang sudah dibangun di Kota Malang. Aku membayangkan apabila pembangunan saluran drainase di Kota Gorontalo mengikuti Kota Malang, maka persoalan banjir setiap tahun di Kota Gorontalo dengan sendirinya akan dapat teratasi.

Aku penasaran mendengar cerita Pak Ismail kalau di Pontren ini terdapat mesdjid Aneh dimana bila ditanyakan ke orang-orang disekitar tidak ada yang tahu siapa yang membangunnya dan juga karena luasnya maka kita yang masuk kedalam kalau tidak hati-hati akan tersesat. Mendekati Pontren ini jalannya menyempit sehingga kenderaan yang berukuran yang besar yang mengangkut bahan-bahan yang berat tidak bisa masuk, pikirku bagaimana masuknya sampai bahan-bahan tersebut bisa masuk kedalam? Aku melihat kenderaan ukuran kecil masuk ke Pontren membawa masuk pasir dan kerikil juga besi. Apakah mungkin bahan yang besar juga diangkut dengan kendaraan kecil ini?

Saya juga bingung apakah bangunan ini Mesjid atau Pontren, begitu masuk kedalam, pintu dan gerbang dan lorongnya banyak, tidak heran kalau posisi keberadaan kita sudah tidak tahu lagi di ruang mana? Ruangannya banyak dimana dindingnya dihiasi gambar indah dengan ornamen tertentu dengan berbagai warna. Sehingga sangat menarik apabila kita berfoto di depan dan berlatar dinding tersebut. Pada dinding terdapat tulisan ada yang berbahasa Arab Juga Indonesia. Bangunannya bertingkat mungkin sampai tingkat 7. Bangunan yang paling atas Aku lihat dari bawah ada binatang seperti monyet dan binatang lainnya. Pontren ini didesain sedemikian rupa sehingga sangat cocok untuk tempat berkreasi secara Islami bagi para keluarga. Aku berpikir Pontren ini akan menjadi alternatif bagi kunjungan wisata disamping candi Borobudur di Magelang. Souvenir yang dijual di tempat ini sangat menarik dan harganya sangat murah dan para penjual souvenir ini adalah para santri dan Satriawan. Demikian pula dengan makanan yang dijual sangat murah meriah.

Monday, October 13, 2008

Ibu



Saat ini Ibuku sudah berumur 71 Tahun. Kemarin beliau datang kepadaku menyampaikan agar Aku mencarikan tanah untuk dibeli dijadikan tanah pekuburan. Aku kaget, risau dan sedih. Waktu sepupuku, Mulyadi beridul Fitrih kerumahku. Aku sampaikan permintaan Ibuku tersebut kepadanya. Mulyadi berkata: “ Untuk apa, khan sudah ada pekuburan keluarga Habibie di Tamalate? “ Bapak dari Ibuku adalah Thaib Habibie yang dimakamkan di pekuburan keluarga Habibie di Tamalate Kota Gorontalo. Sebenarnya di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo juga terdapat pekuburan Keluarga Katili. Dimana Kakek dari ibuku dari sebelah ibu, Abdul Kadir Katili dimakamkan dipekuburan keluarga tersebut. Ibu dari Ibuku adalah Salma Katili, meninggal di Manado dan dikuburkan disana.

Terkenang kembali saat kecil, remaja hingga dewasa Aku diasuh .Ibuku. Ibu mendidik kami dengan lemah lembut berbeda sekali 180 derajat dengan sikap Ayahku yang keras (watak orang Flores, NTT). Kalau Aku minta sesuatu misalnya uang jajan kepada Ibu dengan diam-diam akan dipenuhinya. Berbeda dengan Ayahku yang selalu akan berkata tidak, “ enak aja, cari sendiri kau kan punya tangan dan kaki manfaatkan dong”. Aku masih ingat apabila Ayahku memarahi kami anak-anaknya dengan suara yang keras ibuku akan selalu menangis, menetaskan air mata. Sikap ayahku yang keras dan Ibuku yang lemah lembut ini menurun kepada kami anak-anaknya. Pada saat yang ekstrim, berhadapan suatu hal tertentu, kami akan menampakan kedua sifat ini keras dan lemah lembut.

Ibuku mempunyai satu adik kandung, Eddy T. Habibie yang meninggal di Manado. Disamping itu ibuku juga mempunyai 11 orang saudara yang seayah. Karena Kakekku mempunyai 2 isteri. Saudara Ibuku yang seayah ini semuanya sudah Almarhum. Selain itu pula ibuku masih mempunyai 3 Orang adik yang seibu yang semuanya masih hidup, Asmin Yusuf, Asir Yusuf dan Yati Tugiman. Nenekku, Salma Katili mempunyai 3 orang mantan suami. Suami pertamanya Thaib Habibie berasal dari Desa Tamalate Kota Gorontalo, Suami kedua Yusuf berasal dari Desa Tuladenggi Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo dan suami ketiga Tugiman berasal dari Kebumen, Jawa Tengah.

Monday, June 02, 2008

SLAMET RISTANTO

Waktu Aku di Hotel Horison, Kota Bekasi, Jawa Barat, menghadiri pelantikan temanku yang terpilih menjadi Walikota, ada yang menelponku, begitu Hpku Aku tekan tombol terima, tidak terdengar suara sama sekali. Aku berpikir mungkin orang ini salah menekan nomor telpon. Waktu pesawat Sriwijaya yang Aku tumpangi mulai bergerak akan berangkat dari Makassar menuju Gorontalo tiba-tiba HPku berbunyi ada panggilan masuk, kuangkat dan terdengar modulasi suara yang Aku kenal yang tidak pernah Aku dengarkan lagi dalam kurun waktu yang lama 18 tahun yang lalu. Aku tersentak dan seakan tak percaya, adrenalinku naik, Aku senang dan bersemangat berbicara dengannya di HP. Karena pesawat akan segera berangkat maka pembicaraan kami terputus. Aku harus mematikan HP.

Dialah temanku, Slamet Ristanto, yang selama ini Aku ingin tahu khabar tentang dirinya bagaimana? Terakhir sekali yang Aku dengar khabarnya dia bekerja di BRI cabang Cempaka. Putih. Pertemuan kami yang terakhir adalah pada saat sama-sama mengikuti seleksi di Bank BRI pusat Jakarta pada tahun 1990. Pada saat seleksi di BRI tersebut, tahap demi tahap seleksi yang kami ikuti lulus. Pada saat wawancara terakhir Aku gagal. Aku masih ingat pada saat wawancara tersebut Aku diberikan kotak yang bergambar yang bisa diputar-putar. Pewawancara memberikan gambar tertentu dan kotak yang Aku pegang dimana gambarnya sudah diacak harus disesuaikan dengan gambar tersebut dan waktu yang diberikan hanya 1 menit. Gambar yang pertama, kedua dan ketiga aku berhasil. Yang keempat terakhir Aku gagal. Aku tidak tahu, tiba-tiba tanganku gemetaran, Pewawancara mengulanginya sekali lagi Aku tetap gagal. Aku berpikir mungkin Aku tidak ditakdirkan menjadi seorang Bankir. Walaupun Aku gagal Aku tetap merasa senang dan bersyukur karena temanku, Slamet lulus.

Pertama kali Aku bertemu temanku, Slamet di Jakarta adalah saat seleksi penerimaan pegawai di PT. Pertani yang diadakan di Universitas Indonesia (UI) di Salemba. Saat melihat pengumuman lulus berkas tiba-tiba dia muncul dari belakang dan mengejutkanku. Aku langsung senang karena bertemu dengan teman senasib dan seperjuangan dulu dikampus di Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) Manado. Kini kami bernasib sama lagi berjuang di kota Metropolitan Jakarta. Pengumuman terakhir kami dinyatatakan tidak lulus di PT. Pertani. Kami tidak patah semangat, lamaran kami kirimkan ke Bank-Bank. Seleksi di Bank Expor-Impor juga kami berdua dinyatakan tidak lulus.

Aku ke Jakarta pada tahun 1989, begitu Aku selesai di wisuda di Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, diajak Pamanku untuk dipekerjakan di Konsultan Pertanian. Tetapi karena terlambat datang maka diganti orang lain. Tetapi bersyukur pada saat itu juga dibuka lowongan untuk penerimaan SP3 (Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan) di seluruh Indonesia oleh Depdiknas dan Menpora. Aku diterima dan dikontrak selama 2 tahun menjadi SP3 Angkatan pertama DKI Jakarta. Aku bertugas di desa Rorotan, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Kelompok SP3ku membuat percontohan pengembangan usaha penanaman Anggur, Ikan Lele dan ternak Itik. Pada saat masih dikontrak di SP3 inilah Aku melamar pekerjaan ke tempat lain bersama-sama temanku Slamet. Sehabis kontrak SP3, tahun 1991 Aku bergabung dengan LSM di bidang Pertanian, Yayasan Sadagori di Sukabumi, Jawa Barat yang dipimpin oleh Bapak Odjak Siagian, bertugas _+ 6 bulan di desa Bojong Lopang, alamat desanya ke arah Jalan Pelabuhan Ratu tetapi sebelumnya belok kiri. Setelah itu, tahun 1992 Aku diutus oleh LSM PDF (Participatory Depelopment Forum) yang dipimpin oleh Ibu Supardjo Rustam ke Semarang bertugas _+ 6 bulan diperbantukan ke LSM Yayasan Indonesia yang dipimpin oleh Ibu Dr. Damayanti, membantu pengembangan usaha pertanian di kaki bukit Ungaran, Bandungan. Setelah dari Semarang, tahun 1993 Aku bergabung dengan LSM Yayasan Bina Taruna Tani Indonesia yang dipimpin Ibu Tjutju Mulyani dengan pembinanya Bapak Syarifudin Bacharsyah dan bertugas lagi di Cementeng, Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Pada tahun 2004, Ibuku sakit dan Aku diminta kembali pulang ke Gorontalo. Itulah sepenggal episode tentang diriku setelah Aku berpisah dengan temanku Slamet.

Kembali lagi ketemanku Slamet, Orangnya kalem, pemalu, perasa, penyabar, lebih banyak menjadi pendengar dari pada berbicara, dia lebih senang otaknya yang aktif berbicara dan low profile. Sifatnya ini tidak beda jauh dengan Aku. Tetapi prestasi belajarnya tinggi dan dalam hal ini Aku tidak dapat melebihinya. Pada saat kuliah dulu kami berdua hanya mengandalkan semangat juang 45 untuk mengubah nasib lewat pendidikan oleh karena itu dalam mengikuti kuliah kami fokus hanya belajar, belajar dan belajar tidak ada yang lain dalam pikiran kami dibandingkan dengan teman-teman yang lain yang lebih santai. Kami tidak didukung finansial yang memadai. Slamet dibiayai kakaknya yang sopir sedangkan Aku dibiayai Ayahku seorang PNS golongan II sehingga untuk neko-neko, berpikir yang macam-macam tidak ada dalam kamus kami berdua. Ruang gerak kami dibatasi financial yang kurang mendukung.

Temanku Slamet ini lebih dulu ke Jakarta yaitu pada tahun 1988, Slamet diwisuda tahun 1988 bulan September sedangkan Aku bulan Pebruari tahun 1989. Tiba di Jakarta dia bekerja di Koperasi. Kemudian dia diajak tantenya bekerja di Konsultan Pertanian di Yogyakarta. Habis kontrak dengan konsultan dia kembali lagi ke Jakarta. Mengisi waktu lowongnya dia bergabung dengan PMI Jakarta tugasnya mengantar jenazah di mobil Ambulance. Pada saat di PMI inilah dia bertemu dengan Aku. Sepulang Aku dari lokasi SP3 di Cilincing Jakarta Utara. Aku sering mampir main ke tempat kostnya. Disamping di PMI ini Slamet juga pernah main film layar lebar tetapi hanya sebatas pemain figuran. Pada saat di PMI inilah Slamet juga mulai menyalurkan bakatnya menulis. Tulisannya sering muncul dimuat dalam suatu Tabloid Ibukota Jakarta. Pada saat bertemu di Makassar, Aku tanyakan tentang tulisan-tulisannya tersebut tetapi jawabnya tidak ada yang diarsip sehingga sangat disayangkan tulisannya hilang tak berbekas.

Sampai dengan sekarang bakatnya ini tidak ditinggalkannya, dikembangkannya terus. Waktu di Makassar Aku diberikannya dua buku hasil karyanya. Aku sangat senang dan terus mendorongnya untuk terus menulis. Sekarang sudah 7 buku hasil karyanya yang dilaunching ke publik. Waktu Aku di Jakarta, mampir ke Mall Tomang di toko buku Gramedia, Aku melihat salah satu buku hasil karyanya terpampang dalam rak buku. Wah ... Slamet jadi salah satu penulis terkenal sekarang di Indonesia. Aku bangga punya teman seperti dia. Buku yang diberikannya kepadaku, sering Aku pamerkan keteman-temanku dan dengan bangga Aku katakan penulisnya adalah teman seperjuanganku waktu di Manado dan di Jakarta. Aku berdoa semoga disuatu saat nanti ada suatu tulisannya yang meledak seperti buku ayat-ayat cinta sehingga dia akan menjadi seorang Milyader. Amin... Di Harian Tribun Makassar dia menjadi penulis kolomnis sehingga dia sangat dikenal di Makassar.

Kalau orang bertanya, Sep kau asalnya dari mana? Aku menjawabnya enteng ”Indo”. Penanya terperangah. Aku lanjutkan maksudku, Ayahku berasal dari Flores (NTT) ibuku berasal dari Gorontalo. Temanku Slametpun demikian Ayahnya berasal dari Medan, Ibunya berasal dari Yogyakarta. Pulang dari Bali, waktu transit di Makassar Aku dijemputnya bersama isterinya. Wah ... Isterinya Slamet cantik dan keibuan, pasangan yang serasi pikirku. Aku diajak putar-putar Kota Makassar dan diajak makan disalah satu rumah makan. Kami bercerita pengalaman kami masing-masing setelah 18 tahun berpisah. Sayang bagiku tidak sempat bertemu 3 orang anaknya yang pintar-pintar, cantik dan ganteng seperti ibu, bapaknya. Walaupun Slamet berlatar belakang pendidikan sosial ekonomi, dalam berteman prinsip ekonominya dia tidak terapkan. Dia cenderung menggunakan ilmu sosial. Juga Ilmu matematika pengurangan dan pembagian yang dipraktekannya dalam bermasyarakat dari pada penjumlahan dan perkalian Bayangkan, tak kuduga sebelumnya dia sudah tiba lebih dulu di Hotel Bidakara Jakarta tempatku menginap sebelum Aku tiba di Hotel tersebut hanya karena ingin bertemu denganku. Hanya karena ingin bertemu teman kami di Departemen Pertanian Jakarta, Ayu.. menyebabkan Slamet terlambat ke Bandara ditinggalkan pesawat ke Makassar. Sehingga naik pesawat berikutnya harus ke Surabaya dulu baru ke Makassar. Pengorbanan demi persahabatan. Dalam ilmu religi, Slamet dan isterinya sudah menunaikan ibadah Haji yang bagiku masih berupa cita-cita. Pikirku, Aku sudah ketinggalan jauh dari temanku ini dalam berbagai hal. Tetapi Aku sangat senang dan berbahagia serta bersyukur karena dia adalah temanku yang harus Aku dukung terus keberhasilannya.

Kalau mau obyektif sebenarnya Slamet ini pantas untuk terus dipromosi menjadi direktur Bank BRI. Tulisan-tulisannya sangat bagus dan orisinil, kritis untuk memajukan perbankan di Indonesia. Tetapi sayang kondisi di Indonesia saat ini belum berpihak kepada profesionalisme untuk membangun masa depan yang gemilang. Orang yang berkualitas dan kritis malah tidak diberikan kesempatan untuk maju. Tidak mengherankan mindset negara terbelakang biasanya selalu demikian, sehingga tidak maju-maju selalu berada diekor dari negara-negara yang lain. Semoga dimasa yang akan datang kondisi di Indonesia ini berubah. Mementingkan profesionalisme, menghargai SDM yang unggul. Dan mungkin pada saat itu temanku Haji Slamet akan menjadi Direktur Bank BRI Indonesia, semoga. Dari Gorontalo Aku berdoa, kabulkan yaa... Allah. Amin.....

Monday, May 19, 2008


MOCHTAR MOHAMAD (M2)

Waktu itu, masih duduk dibangku SMP Negeri Telaga, saat-saat menghadapi ujian sekolah kami selalu belajar kelompok bersama dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lainnya. Salah satu rumah tempat belajar Kelompok belajarku adalah rumahnya Utan (Mochtar Mohamad) di desa Tuladenggi Kecamatan Telaga. Aku masih ingat bagaimana ramah dan tulusnya ibunya menerima kami belajar bersama. Begitu pula dengan adiknya Rita dan Kakaknya Ulin. Di pagi hari setelah belajar Kami bermain bulu tangkis, kebetulan dirumahnya Utan ada lapangan bulu tangkis. Teman-teman yang belajar dirumah M2 ini yang Aku masih ingat, maklumlah sudah 29 tahun (1979) yang lalu seperti antara lain; Hais Nasibu (Almarhum), Thamrin Mootalu (Almarhum), Zadir Bouta, Jemi Wadipalapa, Abdullah Moha dan Suwandi Musa. Biasanya kenderaan yang kami gunakan ke desa Tuladenggi ini adalah sepeda, ada yang jenis turangga, Jengki dan ada juga jenis yang lain. Yang Aku kenang tentang M2 ini adalah pada mata pelajaran ketrampilan, dimana leter hurufnya sangat Aku kagumi, banyak variasinya dan menurutku sangat indah dipandang.

Disamping itu pula pada saat di SMP kami berdiskusi kelompok dibawah bimbingan guru Matematika Kami, Pak Haji Yudin Mustafa berpindah dari rumah teman yang satu ke rumah teman yang lain. Sehingga tercipta keakraban diantara teman-teman seangkatanku waktu sekolah di SMP negeri Telaga saat itu. Karena keakraban ini diantara laki dan wanitanya secara alamiah memang hal yang normal sudah mulai muncul yang namanya benih cinta tapi masih dalam bentuk cinta monyet. Aku juga mengalaminya dimana Aku tidak punya nyali mengungkapkannya (PD Ku saat itu sangat rendah) hanya mata dan hati yang berbicara. Teman-teman berdiskusi yang masih kuingat waktu itu seperti antara lain; Sri Anggreini Bowta, Selviana Ikano, Fajrah Eyato, Yenni Daud, Warda Kaluku, Rosna Yusuf, Fatmah Thalib, Rona Hippy, Ramona Mohamad, Noldi Ahmad, Ida Ngabito, Ulan, Amrain Puhi, Rustam Thalib, Halid Usu, Ridwan Lukum, Abdullah Moha, Marwan Jafar.

Takdir siapa menjadi apa di tangan Tuhan, tidak ada yang menyangka pada 30 tahun yang lalu kalau temanku Utan ini akan menjadi Walikota Bekasi Propinsi Jawa Barat (2008 – 2013), sebelumnya wakil Walikota Bekasi (2003 – 2008). Teman seangkatanku SMP negeri Telaga saat ini Utan lah yang paling tinggi Jabatannya. Padahal waktu sekolah di SMP dulu prestasinya Utan ini biasa-biasa saja, Tidak Seperti prestasinya Marwan Jafar, Jhon Rantepadang dan Aku sendiri yang selalu menjadi bintang kelas. Aku bercanda kepadanya kalau pendidikan Akulah yang paling tinggi, karena saat ini Aku sementara mengikuti pendidikan S3 (Doktor) Administrasi Publik di Universitas Negeri Makassar.

Utan ini dari SMP dulu bila berteman sangat baik dan tulus, mengikuti sifat ibunya. Bayangkan waktu aku membesuk ibunya di Rumah Sakit ibunya masih mengenaliku padahal sudah 30 tahun yang lalu Aku sudah tidak pernah bertemu Ibunya lagi, karena keterbatasan waktu dan pekerjaan. Demikian pula dengan Adiknya Rita dan Kakaknya Ulin. Aku dan teman-teman berdoa Semoga Ibundanya Utan segera sembuh. Amin.

Orang sering berkata apabila seseorang sudah berhasil, maka akan lupa kepada teman-temannya dulu, apabila bertemu tidak menegur, tersenyum saja tidak karena gengsi jabatan, kekayaan dan kekuasaannya akan berkurang. Hal ini tidak berlaku pada temanku yang satu ini yang kukatakan kepada teman-teman Utan itu berhati “Malaikat” . Walaupun Jabatannya sudah tinggi diantara kami, Dia tetap seperti Utan 30 tahun yang lalu, bercanda, bersenda gurau seperti tidak ada jarak antara kami dan dia. Memang sudah sepantasnya Tuhan memberinya jabatan yang tinggi. Aku dan teman-teman berdoa semoga prestasinya meningkat terus dimasa yang akan datang, menjadi Gubernur atau bahkan menjadi Menteri. Amin.

Yang berbeda dari Utan yang dulu 30 tahun yang lalu dengan yang sekarang adalah adalah berat badannya yang semakin bertambah. Aku dan teman-teman berharap agar berat badannya dikurangi dengan melakukan olah raga yang teratur dan melakukan diet yang ketat sehingga kesehatannya akan tetap terjaga dan bugar selalu dalam bekerja dan berkarya untuk kemaslahatan umat manusia. Kami teman-temanMu di Gorontalo selalu berdoa untukMu untuk prestasimu dan kesehatanmu. Kabulkan ya .. Allah. Amin.

Tuesday, January 15, 2008

MENGENANG DAN BELAJAR DARI PARA PAHLAWAN GORONTALO

Oleh : Yosef P. Koton

10 Nopember dikenang sebagai hari Pahlawan. Pada tanggal tersebut di Surabaya terjadi peristiwa heroik mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia yang sudah diproklamasikan Soekarno Hatta. Situasi dan kondisi serta permasalahan saat itu membutuhkan munculnya para pahlawan yang mengorbankan jiwa raganya demi kemerdekaan bangsa yang dicintainya. Bukan saja di Indonesia telah melahirkan banyak para pahlawan tetapi di belahan dunia yang lain pun begitu banyak para pahlawan yang tercatat dalam sejarah.

Bagaimanakah dengan daerah kita sendiri di Provinsi Gorontalo? Adakah kita memiliki para Pahlawan yang telah tercatat dalam sejarah yang akan selalu dikenang oleh putera dan puteri daerah ini sepanjang masa? Ternyata 622 tahun yang lalu, tepatnya pada tahun 1385, di daerah Provinsi Gorontalo, sebelum masa penjajahan bangsa Belanda berlangsung, sudah memiliki para Pahlawan yang berjuang memecahkan permasalahan yang muncul saat itu dalam rangka perubahan untuk kemajuan daerah Gorontalo saat itu dan buah hasil perjuangan para pahlawan tersebut masih terasakan hingga saat ini.

Pada masa daerah Gorontalo dimana pemerintahannya masih berbentuk kerajaan, tercatat dalam sejarah, dari sekian para Raja yang yang telah memerintah dikerajaan Gorontalo terdapat empat Raja yang sangat menonjol sumbangsihnya bagi kemajuan daerah Gorontalo dulu, saat ini dan yang akan datang yang dapat dikenang sebagai para pahlawan yang mempunyai karya dan jasa yang luar biasa dalam perubahan kemajuan pembangunan daerah ini dimana karyanya masih terasa dan berpengaruh hingga sekarang. Para Raja yang dikenang sebagai para Pahlawan yang dianugrahi gelar Ilomata Wopato yaitu sebagai berikut :

1. Raja Wadipalapa ( Tahun 1385 – 1427 )

Sumbangsih terbesar dari Raja ini yang memerintah kerajaan Gorontalo selama 42 tahun, terhadap kemajuan daerah ini karena Raja Wadipalapa dapat mempersatukan 17 kerajaan yang kecil-kecil yang ada di Gorontalo saat itu menjadi sebuah kerajaan yang lebih besar dan luas wilayahnya, sehingga menjadi tidak mudah bagi kerajaan yang ada di luar Gorontalo datang menyerang, menjajah dan memerintah daerah ini.

Dari perjuangan Raja Wadipalapa menunjukkan bahwa ternyata nilai inovasi sudah ditanamkan dan disemaikan Raja Wadipalapa di daerah serambih Medinah 622 tahun yang lalu. Kalau daerah ini ingin maju harus ada perubahan. Daerah ini bertahun-tahun yang lalu mempunyai 17 kerajaan yang kecil-kecil. Dengan tekad untuk kemajuan daerah dan nilai inovasi yang dimiliki dan diyakininya Raja Wadipalapa mempersatukan kerajaan yang kecil-kecil sehingga hanya menjadi satu kerajaan saja. Bisa dibayangkan bagaimana usaha dan kerja keras serta kecerdasan dari Raja Wadipalapa dalam meyakinkan 17 Raja yang kecil-kecil mengikuti pemikirannya untuk melepaskan dan mengorbankan tahta kekuasaannya, bersatu hingga menjadi hanya satu kerajaan saja.

Nilai keikhlasan, tidak rakus kekuasaan dan jabatan juga telah ditanamkan dan disemaikan di bumi Gorontalo 622 tahun yang lalu oleh ke 17 Raja yang melepaskan tahtanya demi nilai persatuan untuk kemajuan daerah ini pada saat itu dan yang akan datang. Ternyata untuk menanamkan dan menyemaikan nilai persatuan di daerah Gorontalo pengorbanan yang harus dilakukan oleh ke 17 Raja adalah sangat besar dan luar biasa.

Oleh sebab itu nilai persatuan yang sudah ditanamkan dan disemaikan 622 tahun yang lalu oleh Raja Wadipalapa dan 17 Raja yang kecil-kecil di daerah Gorontalo ini merupakan nilai warisan leluhur harus terus dipupuk, dibina agar tumbuh subur dihati putera-puteri Gorontalo saat ini dan yang akan datang. Demi kemajuan masyarakat dan pembangunan daerah Gorontalo, persatuan harus dikedepankan. Agar anggaran pembangunan dari pemerintah pusat bertambah besar dikucurkan ke daerah ini misalnya semua elemen masyarakat baik di dalam daerah maupun di luar daerah harus bersatu padu mendukungnya. Lupakan untuk sementara perbedaan yang ada demi anggaran dari luar daerah masuk kedalam daerah untuk kemajuan pembangunan daerah Gorontalo. Perbedaan biasanya terjadi karena dalam rangka efisiensi, efektifitas dan ketepatan sasaran yang dibidik. Kalau untuk kemajuan daerah nilai persatuan jangan dilanggar, nilai ini warisan leluhur, pamali kata orang-orang, kualat nanti akan mendapatkan kutukan dari para leluhur Gorontalo yang telah hidup beratus ratus tahun lalu.

Kalau ada persatuan bukan untuk kemajuan daerah Gorontalo, maksudnya terjadi penyelewengan hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga dan golongan. Hal ini bukanlah nilai yang diwariskan oleh para leluhur Gorontalo. Nilai ini harus dienyahkan dari bumi lo hulantalo dan pelakunya harus dikutuk kalau perlu dikutuk 7 generasi / turunan. Orang-orang seperti ini harus diasingkan keluar dari daerah Gorontalo ditempatkan dalam satu pulau tersediri sehingga mereka tidak akan dapat menularkan nilai-nilai kejahatan terhadap kemanusiaan. Kalau mereka ini dibiarkan bebas berkeliaran di daerah Gorontalo dikhawatirkan sikap dan perbuatan mereka ini dapat berakibat fatal merusak tatanan nilai yang sudah diwariskan para leluhur Gorontalo.

2. Sultan Matolodulakiki ( Tahun 1550 – 1580 )

Naik tahta 123 tahun kemudian setelah Raja Wadipalapa, Putera Sultan Amai, memerintah kerajaan Gorontalo selama 30 tahun, berhasil menjadikan Islam sebagai agama resmi kerajaan yang diyakini seluruh rakyat. Syara’ bersendikan adat yang diformalkan oleh Sultan Amai diperbaharuinya menjadi adati hulo-huloo to syara’, syara’ hulo-huloo to adati (adat bersendikan syara’, syara’ bersendikan adat).

Suatu usaha yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh dengan bekerja yang keras dan cerdas yang dilakukan Sultan Matolodulakiki sehingga menghasilkan suatu perubahan yang cukup signifikan dimana Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan. Sultan Matolodulakiki menanamkan dan menyemaikan nilai kerja keras dan cerdas serta istiqomah. Tak ada yang tak bisa dilakukan, semua akan nyata apabila kita mau bekerja keras dan cerdas serta kita betul-betul meyakininya. Melakukan sesuatu yang kita yakini benar jangan setengah-setengah, baru mendapatkan sedikit kritik langsung mopolee menyatakan mundur tidak mau melanjutkan lagi suatu ide yang sebenarnya briliant dan masuk akal. Para leluhur Gorontalo tidak pernah mewariskan sikap prokolol dan koprol. Para leluhur Gorontalo kalau sudah meyakini bahwa sesuatu benar adanya, maka segala daya upaya dikerahkannya untuk mewujudkan keyakinanannya tersebut tanpa tedeng aling-aling seperti kata orang-orang.

Nilai-nilai para leluhur inilah yang sudah dipraktekan secara berhasil oleh putera-puteri Gorontalo yang merantau keluar daerah. Orang Gorontalo kalau sudah berada diluar daerah selalu teringat dan memegang teguh nilai-nilai para leluhur dan biasanya mereka berhasil masing-masing dibidang yang ditekuninya dan menjadi sangat terkenal. Sebut saja antara lain B. J. Habibie ahli yang diatas bumi (pesawat) dan pernah menjadi Presiden. J. A. Katili ahli yang didalam bumi (Geologi). H. B. Jassin ahli bahasa dikenal sebagai Paus Sastera Indonesia. Rahmat Gobel dikenal sebagai pengusaha yang berhasil. Adhiyaksa Dault (Menteri Pemuda dan Olah Raga). Ciputera (Pengusaha). Ada juga yang berhasil karena beristerikan orang Gorontalo seperti Jenderal Wiranto (Menhankam, Pangab). Dan masih banyak lagi yang lainnya.

3. Raja Eyato ( Tahun 1673 – 1679 )

Naik tahta 93 tahun kemudian setelah Sultan Matolodulakiki, Dikenal sebagai diplomat ulung yang berhasil mendamaikan peperangan yang sudah berlangsung selama 187 tahun ( Tahun 1485 – 1672 ) antara kerajaan Gorontalo dan Kerajaan Limboto.

Suatu kinerja hasil yang sungguh luar biasa yang dicapai oleh Raja Eyato. Nilai integritas pribadi yang tinggi dan memegang teguh amanah serta berperilaku jujur dan low profil sehingga ke dua belah pihak yang berperang mempercayainya berhasil dtanamkan dan disemaikan untuk diwariskan kepada generasi putera puteri Gorontalo dimasa yang akan datang. Ternyata keahlian melobi pada pihak-pihak yang berperang sudah dipraktekan secara berhasil 334 tahun yang lalu oleh Raja Eyato. Tidak gampang mendamaikan pihak-pihak yang sudah berperang beratus tahun kecuali oleh orang yang memiliki kecakapan, kecerdasan diatas orang-orang yang normal dan dapat dipercayai oleh kedua belah pihak serta tidak memihak. Mempunyai wawasan yang luas terhadap permasalahan yang sedang dihadapi dan memberikan alternatif pemecahan masalah yang berdaya guna dan berhasil guna. Raja Eyato bekerja dengan target dan sasaran yang jelas. Sasaran ditentukan lebih dahulu baru kemudian memanah sasaran tersebut. Bukan dengan memanah lebih dahulu kesembarang tempat tanpa sasaran yang jelas kemudian tempat dimana panah menancap dilingkari bahwa inilah sasaran yang hendak saya bidik tanpa melakukan suatu usaha yang terencana dan terprogram secara sistematis, bo prokolol.

4. Sultan Botutihe ( tahun 1728 – 1755 )

Naik tahta 49 tahun kemudian setelah Raja Eyato. Memerintah Kerajaan Gorontalo selama 27 tahun. Sultan Botutihe berhasil membangun dan menata Kota Gorontalo sehingga pembangunannya berkembang dengan pesat. Ibukota kerajaan yang tadinya terletak di desa penulis, di desa Hulawa, dipindahkan ke desa Tuladenggi, kecamatan Dungingi dan akhirnya dipindahkan lagi ke ibukota Kota Gorontalo saat ini.

Nilai kesejahteraan masyarakat ditanamkan dan disemaikan agar tumbuh subur di daerah Du luwo limo lo pohalaa sebagai warisan untuk putera-puteri generasi Gorontalo yang akan datang. Sultan menyadari bahwa kalau kekuasaan tidak digunakan untuk kesejahteraan masyarakat maka kekuasaan yang dimilikinya tidak akan bermanfaat dan tidak akan berarti apa-apa bagi kehidupan rakyat. Oleh karena itu rakyat diberdayakannya sesuai dengan potensi yang dimiliki rakyat sehingga dalam membangun ada partisipasi dari rakyat. Dengan demikian rakyat merasa memiliki apa yang sudah dibangun tersebut. Hasilnya kemajuan pembangunan kerajaan saat itu sungguh dahsyat, luar biasa.

Sejak Bangsa Belanda masuk dengan persejataannya yang modern yang sangat sulit ditaklukan oleh para Raja Gorontalo dan Limboto maka dimulailah era penjajahan Belanda di Gorontalo (Tahun 1667 – 1942 ). Para Raja yang menentang kekuasaan Belanda di asingkan ke luar daerah. Sistem kerajaan di non aktifkan dan digantikan dengan sistem pemerintahan otoriter Belanda yang berkuasa di daerah Gorontalo selama 275 tahun ( 4 generasi/turunan )

Kekuasaan Belanda di Gorontalo selama 275 tahun berhasil diakhiri, dihentikan pada tanggal 23 Januari 1942 oleh para pahlawan pada waktu itu, dibawah pimpinan Pak Nani Wartabone, Kusno Danupoyo dkk.

Nilai keberanian dan ketepatan waktu bertindak berhasil ditanamkan dan disemaikan agar tumbuh subur dibumi lo hulantalo oleh Pak Nani dkk untuk diwariskan kepada generasi penerus. Bisa dibayangkan bila para Pahlawan ini terlambat bertindak pada waktu itu maka terjadilah tindakan Belanda membumi hanguskan bangunan infrastruktur yang sudah dimiliki daerah Gorontalo pada waktu itu.

59 tahun kemudian setelah perjuangan Pak Nani Wartabone dkk, Pada tanggal 16 Pebruari 2001 Gorontalo berhasil menjadi daerah otonom berdiri sendiri menjadi sebuah Provinsi ke 32 RI dibawah pimpinan Pak Nelson Pomalingo, Natsir Moodoeto dkk.

Nilai semangat kemandirian untuk memicu percepatan ketertinggalan pembangunan berhasil ditanamkan dan disemaikan untuk diwariskan kepada para generasi penerus cita-cita perjuangan para pahlawan Gorontalo. Daerah Gorontalo adalah terlahir dari para leluhur yang terhormat, bermartabat, berjiwa pejuang berpikiran maju kedepan untuk perubahan kearah kemajuan daerah dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan tanpa diskriminasi dan eksploitasi dengan mengorbankan kemerdekaan dan kebebasan untuk berekspresi dan exis dari pihak-pihak lain dalam mengarungi kehidupan duniawi sebagai persiapan menuju dunia ukhrawi.

Orang-orang yang kurang beruntung dalam mengarungi kehidupan harus dibantu, ketertinggalan dalam berbagai segi kehidupan harus diperangi. Kerusakan alam harus dicegah demi kehidupan generasi Gorontalo dimasa yang akan datang. Semua itu akan dapat diwujudkan apabila kita hidup dalam alam kemandirian sebagai sebuah daerah yang otonom.

Mengenang dan belajar dari para Pahlawan Gorontalo sangat mengasyikan dan menarik, pengorbanan dan perubahan besar-besaran yang sudah mereka lakukan untuk kemajuan daerah Gorontalo sehingga tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Gorontalo diraihnya karena mendapatkan dukungan dari segala lapisan masyarakat Gorontalo. Para Pahlawan tahu bagaimana memicu timbulnya partisipasi masyarakat dan memberdayakan masyarakat sehingga tujuan mencapai perubahan yang diinginkan para Pahlawan sangat mudah diraihnya. Sangat mencengangkan lagi kesuksesan para Pahlawan ini tidak diikuti dengan pembiayaan anggaran yang besar-besar.

Contoh penerapan ilmu dari nilai yang diwariskan para Pahlawan ini pernah diterapkan oleh Pak Martin Liputo, mantan Bupati Gorontalo dalam membangun Stadion olah raga 23 Januari Telaga. Semua orang tahu pada saat itu bagaimana pelitnya pemerintah Propinsi Sulut mengucurkan anggaran ke daerah Gorontalo. Dengan memberdayakan segenap lapisan masyarakat Kabupaten Gorontalo pada waktu itu, maka Stadion olah raga termegah sesudah stadion Matoangin Makassar pada saat itu terbagun dalam waktu sekejap. Seluruh Kecamatan di Kabupaten Gorontalo mendapatkan jatah sekian meter didalam membangun Stadion. Maka para camat datang membangun dengan partisipasi dari para tukang batunya. Untuk penanaman rumput dilapangan diharapkan partisipasi dari para siswa se Kecamatan telaga. Kebetulan penulis sendiri pada saat itu, siswa SDN 1 Bulila Telaga dan mendapatkan jatah partisipasi membawa rumput seukuran 20 x 20 Cm untuk ditanamakan di Stadion Kebanggaan Gorontalo tersebut. Oleh karena itu setiap ada pertandingan bola kaki, Persigo maupun Persidago berlaga di Stadion tersebut penulis akan selalu datang menyaksikannya sambil membuka lembaran memori, mengingat-ingat kira-kira rumput yang dibawa penulis dulu itu ditanam disebelah mana yaaa…… ?

Saat ini permasalahan utama daerah kita Gorontalo adalah masih tingginya penduduk miskin yang harus dimerdekakan, Banjir yang setiap tahun melanda daerah Gorontalo dan Danau Limboto yang setiap hari airnya makin menyusut. Solusi terhadap permasalahan-permasalahan tersebut janganlah terlalu mengandalkan banyaknya anggaran untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Tetapi tengoklah kembali kepada sejarah dari nilai-nilai yang sudah dtanamkan dan disemaikan oleh para Pahlawan putera-puteri leluhur Gororatalo sejak 622 tahun yang lalu (tahun 1385) oleh Raja Wadipalapa, yang dilanjutkan oleh Sultan Matolodulakiki,, Raja Eyato, Sultan Botutihe, Pak Nani Wartabone dkk sampai dengan Pak Nelson Pomalingo dkk. Para pahlawan ini dalam melahirkan karya yang besar untuk kemajuan daerah Gorontalo tidak terlalu menitik beratkan pada jumlah anggaran yang besar tetapi lebih kepada pemberdayaan masyarakat yang merangsang timbulnya partisipasi segenap masyarakat yang melahirkan revolusi dan dapat menuntaskan permasalahan yang dihadapi masyarakat Gorontalo saat itu.

Sudah 6 tahun yang lalu sejak Provinsi Gorontalo terbentuk (tahun 2001) Apakah akan lahir kembali pahlawan yang sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Gorontalo dalam mengenyahkan kemiskinan, banjir dan melestarikan Danau Limboto seperti abadinya nyanyian to bulalo lo limutu… tahi ta eya tobulotu…. taluhu he inda indawa…… dimana penulis masih siswa SD sering menyanyikanya. Ataukah yang muncul adalah para pecundang yang oportunis, mengumpul-ngumpulkan harta kekayaan, haus kekuasaan dan jabatan dimana nanti namanya tak akan pernah tercatat dalam sejarah Gorontalo sebagai pahlawan yang mempunyai karya besar yang bermanfaat bagi masyarakat Gorontalo?

Pada Hari Pahlawan 10 Nopember, mari kita menundukan kepala sejenak, megheningkan cipta mengenang jasa para pahlawan putera-puteri Gorontalo. Belajar dan mewarisi nilai-nilai yang sudah ditanamkan dan disemaikan untuk selalu dipupuk agar tetap tumbuh subur di daerah tercinta bumi lo hulontalo. Jangan kecewakan para leluhur yang telah berjuang dengan usaha yang keras dan cerdas memajukan daerah Gorontalo tercinta. Lanjutkan perjuangannya, buktikan bahwa kita sebagai generasi penerusnya mampu menjaga amanah yang sudah dititipkan kepundak kita untuk membangun, memajukan masyarakat dan daerah Gorontalo sesuai dengan nilai-nilai yang sudah diwariskan. Mari kita menengok sejenak ke belakang, mengenang jasa-jasa para pahlawan, mempelajari dan merenungkan kembali nilai-nilai kepahalawan mereka. Bangsa yang besar adalah bangsa yang tahu menghargai jasa para Pahlawan seperti yang tertulis di Taman Makam Pahlawan Pentadio yang kita baca saat kita melewati tempat tersebut. .

Ketua Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup AP3G

(Aktifis Pembentukan dan Pengawal Provinsi Gorontalo), Mahasiswa S3 Administrasi Publik Universitas Negeri Makassar Kerjasama dengan UNG

Tulisan ini dimuat di Harian Gorontalo Post, pada tanggal 8 – 12 Nopember 2007

Friday, April 13, 2007

MENGHADIRI RAPAT IKKF

Setiap bulan, pada Minggu ke-2 anggota IKKF (Ikatan Kerukunan Keluarga Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor)) bertemu dalam arisan yang dilaksanakan rutin setiap bulan pada setiap keluarga yang mendapatkan arisan.

IKKF ini didirikan pada bulan Oktober 2005 sebagai wadah yang beranggotakan masyarakat NTT asli maupun keturunan yang berdomisili di Provinsi Gorontalo. Saat ini jumlah anggota IKKF sudah berjumlah +_ 60 KK.

Aku masih ingat dulu waktu Aku masih sekolah di SD, SMP, SMA dirumahKu sering kedatangan tamu dari NTT ini. Waktu itu belum dibentuk organisasinya sehingga antara orang-orang NTT sering cari mencari tidak saling kenal mengenal satu sama lainnya.

Aku sering menyarankan ke AyahKu agar dibentuk Kerukunan Keluarga NTT ini. Alhamdullilah saranKu ini terlaksana nanti pada tahun 2005.

Aku sendiri sudah merupakan keturunan NTT di mana ayahKu berasal dari Flores dan Ibuku berdarah asli Gorontalo. Aku sendiri hingga saat ini belum pernah ke Flores. Aku lahir dan besar di Gorontalo.

Anggota IKKF ini antara lain berprofesi PNS pusat yang ditugaskan ke daerah ini seperti Anggota Polisi, Anggota Tentara, PNS Kanwil Agama, PNS Kanwil BKKBN, PNS Dolog, Karyawan Bank, ada juga Guru, Pekerja Swasta dan juga Wiraswasta.

Pada tanggal 14 januari 2007 arisan dilaksanakan dirumah Pak Rahmat di Kompi Markas 713 di Desa Tuladenggi, Kecamatan Telaga Biru.

Karena Ketua Umum barhalangan hadir maka Aku sebagai Ketua I dimintakan untuk mewakili memberikan sambutan.

Pada intinya Aku sampaikan bahwa pertemuan setiap bulan ini diharapkan akan terjalin tali silahturahim yang semakin kuat antara anggota yang satu dengan yang lainnya sehingga menimbulkan rasa senasib sepenanggungan yang akan melahirkan sikap bantu membantu antar sesama.

Pengurus IKKF agar segera mengurus Akta Notaris sehingga organisasi IKKF ini dapat didaftarkan pada Pemerintah dan ini akan memudahkan IKKF dalam melakukan aktifitasnya dan berhubungan dengan pihak ketiga.

Arisan bulan depan pada tanggal 11 Pebruary 2007 diputuskan akan dilaksanakan dirumah Pak Kristian Lema di Desa Pilohayanga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo.

Tuesday, January 30, 2007

MENGHADIRI REUNI ALUMNI SDN I BULILA TELAGA

Hari Kamis siang tanggal 14 desember 2006, Aku mendapatkan telpon dari Fajrah ( Iwa ) temanKu waktu sekolah dulu di SD, SMP, dan SMA. Meminta tolong untuk buatkan surat undangan pertemuan Reuni alumni SDN I Bilila Telaga angkatan 1971. Aku dengan senang hati membuat suratnya karena Akupun pingin ketemu teman-teman Ku waktu sekolah di SD dulu.

Secara kebetulan hari Minggu 17 Desember 2006 pada jam yang sama 19.00 wita dimana pertemuan Reuni akan dilaksanakan. Aku mendapatkan 2 undangan pesta perkawinan. Aku dibuat bingung bagaimana solusinya, maka Aku putuskan satu pesta perkawinan tidak Aku hadiri, sedangkan yang satunya Aku hadiri pada pagi harinya dengan pemohonan maaf karena Aku akan menghadiri Reuni yang sangat langka dilakukan.

30 menit sebelum berangkat Aku sudah berkemas-kemas, Istriku Aku ajak tetapi karena anakKu yang kecil umur +_ 1,3 tahun tidak ada yang menjaganya, maka Aku sendirian yang berangkat.

Tiba ditempat pertemuan di rumah Frengki, wah rumahnya 2 tingkat. Teman-teman yang sudah hadir adalah Erni, Suharti, Warda, Yeni, Lince, Man dan frengki sendiri sedang bersenda gurau. Aku mengucapkan salam selanjutnya berjabat tangan. Senyum dan tawaKu tak habis-habisnya menanyakan kabar teman-teman yang sudah sekian lama tidak berjumpa +_ 31 tahun yang lalu. Melihat wajah teman-temanKu ini Aku menerawang mengingat kejadian yang telah Kami lalui bersama 31 tahun yang lalu. Memori 31 tahun yang lalu itu muncul sepintas tetapi tidak utuh lagi, hal ini akibat keterbatasan daya ingat otak yang sudah menua dimakan usia tetapi yang pasti tidak terlupakan adalah raut wajah teman-temanKu.

Selagi menunggu teman-teman yang lain Aku menelepon teman SD Kami, Moon yang saat sekarang ini beralamat di Bandung. Aku sampaikan bahwa saat ini Kami sedang bereuni di rumahnya frengki. Wah dia senang sekali teman-teman bergantian berbicara dengannya. Semua teman ingin berbicara dengannya tapi mengingat pulsa yang terbatas, maka HP aku offkan dan supaya Moon yang balik menelepon.

Tidak berapa lama kemudian yang lainnya mulai berdatangan, Jemi, Rustam, Tino, Bary, Jodi, Supratman, Amrain, Iwa dan Ibu Cici (guru kelas I Kami). Jemi mulai mengatakan Frengki bahwa mereka pernah masuk kedapur rumah Ibu Cici dan memakan makanan yang tersedia. Teman-teman yang lain mengiyakan dan menertawakan kejadian tersebut.

Kami menyadari bahwa masih banyak teman-teman sekelas yang belum sempat diantarkan undangan. Oleh karena itu diwaktu yang akan datang akan diinventarisir kembali untuk diundang pada pertemuan Reuni yang berikut.

Malam semakin larut teman-teman menginginkan agar acara formil disusun agenda acaranya. berupa sambutan-sambutan. Aku mengusulkan agar masing-masing menceritakan perjalanan hidup masing-masing teman setelah berpisah, tamat di SDN I Bulila. Tetapi yang lainnya kurang menyetujuinya.

Jemi yang berprofesi guru langsung mengambil alih menjadi MC dan membacakan susunan acara

Aku di daulat teman-teman untuk menyampaikan kesan dan pesan. Aku sampaikan bahwa acara Reuni ini sangatlah penting untuk mempererat tali silahturahim antara alumni dan dapat dijadikan wadah untuk saling bantu membantu dalam hal kebajikan. Teman-teman yang beruntung dan berlebihan dapat membantu teman yang kurang beruntung dan berkekurangan dalam menjalani kehidupan duniawi. Juga kedepan mungkin Reuni ini digunakan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial dimasyarakat. Sebelumnya Aku kisahkan perjalanan hidupKu sejak berpisah dengan teman-teman di SD sampai dengan saat sekarang ini.

Acara selanjutnya sambutan dari Ibu Cici pada intinya beliau sangat senang dan bahagia bisa bertemu dengan Kami anak-anak didiknya yang dapat dikatakan berhasil ada yang jadi Guru, Dokter, Insinyur. Beliau sebagai mantan guru merasa bangga atas keberhasilan tersebut. Beliau berpesan pada Kami seandainya beliau dipanggil yang Maha Kuasa, maka beliau menyarankan Kami untuk datang melayat dan menyembayangkan jenazah beliau. Aku langsung bersuara bagaimana kalau kami yang duluan dipanggil Tuhan bu, beliau menjawab sama, pasti beliau akan datang melayat.

Kami murid SDN I Bulila masih beruntung, karena masih ada beberapa mantan guru kami yng masih sehat walafiat seperti Ibu Cici, Pak Ibrahim, Ibu Isa, Pak Domili, Pak Sanu dan yang lain masih di inventarisir. Mudah-mudahan pada pertemuan Reuni yang akan datang. Ibu / pak guru ini akan di undang.

Untuk Reuni berikutnya diputuskan akan dilaksanakan di rumahnya Iwa tetapi waktunya nanti akan dikoordinasikan kemudian.

Acara selanjutnya ramah tamah yang di pandu oleh tuan rumah, Frengki bersama isteri yang agenda acaranya adalah makan bersama.

Acara Reuni yang pertama SDN I Bulila ini diakhiri dengan foto bersama. Setelah itu masing-masing berjabatan tangan, pamitan pulang kembali ke rumah masing-masing. Menjalani hidup menurut versi masing-masing, semoga kehidupan Alumni SDN I Bulila diberkahi oleh yang Maha Besar Illahi. Amin