Thursday, August 31, 2006

PROSPEK PENINGKATAN PAD BOALEMO
Oleh : Yosef P. Koton

Boalemo merupakan Kabupaten terbungsu di Sulawesi Utara. Nama Boalemo berasal dari Bahasa Gorontalo terdiri dari dua suku kata yaitu : Boa berarti Cium. Selain itu berarti pula membawa sesuatu dari arah belakang badan. Dan Lemo sama dengan Lemon atau Jeruk. Jadi Boalemo berarti Cium Lemon/Jeruk atau membawa Lemon/Jeruk. Mungkin satu-satunya nama Kabupaten/Kota namanya mengarah kepada komoditi pertanian.

Jeruk merupakan komoditi multi fungsi bagi keperluan hidup Manusia antara lainnya mengandung Vitamin C yang sangat dibutuhkan tubuh manusia, menurunkan kadar Kolesterol, bumbu pada berbagai masakan, dibuat Juice untuk minuman dan kalau dicium-cium wangi/aromanya dapat mencegah Influensa serta orang tua mempunyai kepercayaan, Jeruk didekatkan pada bayi sedang tidur yang ditinggalkan sendirian. Tidak tahu maknanya apa ini.

Varietas / Jenis Jeruk saat sekarang ini sudah demikian banyak, merupakan hasil perkawinan silang yang dilakukan oleh ahli-ahli pertanian. Jeruk Manis, Nipis, Sunkist, Bali dan sebagainya diperjual berlikan disetiap pasar. Dengan demikian jeruk ini mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat. Jeruk dapat hidup di berbagai jenis tanah dan dari dataran rendah sampai dataran tinggi.

Kembali kepada nama Boalemo kemungkinan di Daerah ini pada masa lalu merupakan sentra produksi Jeruk di Gorontalo bahkan di Sulawesi Utara, sehingga di beri nama Boalemo. Pada masa lalu itu mungkin orang yang menetap dan melewati daerah ini mencium aroma/wangi Jeruk dan kalau meninggalkan daerah ini membawa Jeruk dalam jumlah banyak sehingga membawanya harus dari arah belakang badan.

Boalemo pada saat sekarang ini, jeruk menjadi ciri khasnya tinggal menjadi kenangan masa lalu. Halaman rumah penduduk baik didepan maupun belakang rumah, Jeruk yang ditanam tinggal satu dua pohon saja. Bahkan lebih banyak dari halaman rumah penduduk sama sekali tidak ada tanaman jeruk. Lebih jauh lagi pandangan kita arahkan ke belakang rumah penduduk sepanjang jalan Trans Sulawesi Jeruk itu tidak terlihat, yang nampak hanyalah terdapat sebagian tanah/lahan tidur dan perbukitan yang tidak ditananmi. Jangan sampai hal ini berkesan bahwa tanah Boalemo itu, kurang subur pada Wisatawan dan Investor yang berkunjung.

Dalam kaitan dengan hal tersebut diatas maka hal ini menjadi tantangan masyarakat dan aparat pemerintah mengembalikan ciri khas Boalemo dengan tanaman Jeruk. Caranya dengan mengadakan penanaman Jeruk dihalaman rumah penduduk, tanah /lahan tidur dan perbukitan yang tidak ditanami dari desa Tangkobu sampai dengan ke Kecamatan Popayato sepanjang jalan Trans Sulawesi. Dengan demikian jalur jalan tersebut menjadi hijau dengan tanaman jeruk atau tanaman perkebunan dan kehutanan lainnya. Sehingga kesan kurang subur hilang dengan sendirinya. Dalam hubungan dengan hal tersebut, Wisatawan yang berkunjung melihat hijaunya jalur jalan Trans Sulawesi yang ditata dengan baik. Seperti daerah Puncak Jawa Barat dengan tanaman teh. Sehingga Boalemo menjadi salah satu lokasi Agrowisata yang menarik dikunjungi.

Kabupaten Boalemo mempunyai luas wilayah 6.739,27 Km2 atau 24 % dari luas Propinsi Sulawesi Utara dan mempunyai jumlah penduduk 183.620 jiwa. Dengan demikian bila dibandingkan luas wilayah / tanah dengan penduduk, maka setiap Km2 tanah di Boalemo dihuni oleh 27 orang penduduk. Jika 1 Km2 digunakan bagi usaha pertanian maka setiap orang memiliki lahan 3,7 Ha. Dipandang dari aspek lingkungan hidup (daya dukung lahan) maka angka ini masih jauh dibawah batas ambang merusak lingkungan. Oleh karena itu masih memungkinkan diberdayakan seoptimal mungkin dengan memperhatikan kelestariannya bagi peningkatan PAD Boalemo.

Pengertian pertanian dalam arti umum mencakup perkebunan dan peternakan yang menjadi salah satu sektor unggulan dalam LP3UB yang diprogramkan Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena hampir keseluruhan mata pencaharian masyarakat Boalemo adalah pada sektor pertanian. Pengembangan pertanian untuk wilayah / daerah yang mempunyai dataran yang rendah dan mempunyai potensi untuk diairi, arah kebijakan yang dapat ditempuh adalah pengembangan komoditi tanaman pangan. Mengingat hal tersebut Pemda Boalemo mengusulkan ke Pemerintah tingkat atas melalui Rakorbang yaitu Pembangunan dan Pengembangan Daerah Irigasi yaitu ; DI Paguyaman Kiri, Bongo, Tutulo, Taliduyuno, Randangan, Marisa, Popayato,Lemito dan Molosifat. Apalagi Pembangunan dan Pengembangan Daerah Irigasi ini terealisasi maka implikasinya besar sekali bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan PAD Boalemo.

Pengembangan Daerah / Wilayah yang mempunyai dataran yang tinggi dan sulit untuk diairi secara teknis, maka arah kebijakan yang dapat ditempuh adalah pengembangan komoditi perkebunan dan kehutanan serta peternakan.

Lahan perkebunan saat sekarang ini yang dikelola masyarakat di Kabupaten Boalemo sejumlah 24.137,63 Ha dengan jumlah produksi 19.893,50 Ton. Dari jumlah lahan yang dikelola tersebut 86 % merupakan perkebunan kelapa, dengan jumlah produksi 19.318,72 Ton. Bila dibandingkan dengan luas Kabupaten Boalemo yang mencapai luas 673.900, 27 Ha. Maka luas lahan yang dikelola untuk usaha perkebunan tersebut baru sebesar 3,5 % saja. Berdasarkan hal tersebut, arah kebijakan perkebunan yang dapat ditempuh adalah dengan usaha Ekstensifikasi dan Diversifikasi. Melalui usaha Ekstensifikasi perkebunan dengan target 10 % saja, maka Implikasinya besar sekali bagi peningkatan pendapatan Asli Daerah Boalemo. Melalui usaha Diversfikasi bukan hanya komoditi Kelapa yang menjadi primadona tetapi komoditi perkebunan lainnya yang berprospek eksport dan diantar pulaukan perlu menjadi komoditi unggulan. Dalam usaha Ekstensifikasi dan Diversifikasi disamping melibatkan masyarakat perorangan dan membentuk perusahaan daerah juga tak bisa diabaikan Investor Swasta.

Lima Program Prioritas Pembangunan Unggulan Boalemo (LP3UB)
Berdasarkan analisis SWOT potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dimiliki Kabupaten Boalemo dan dikaitkan dengan usulan masyarakat tingkat bawah (Bottom Up) melalui Diskusi UDKP serta dihubungkan dengan Program Unggulan Propinsi Sulawesi Utara. Maka Pemda meramunya menjadi satu konsep acuan yang Insya Allah akan dituangkan dlam Pola Dasar Pembangunan Boalemo yaitu dikenal dengan LP3UB. Paparan Bupati Iwan Bokings pada Rakorbang I Tingkat Propinsi Sulut. LP3UB ini meliputi :
1. Pertanian dalam arti umum
2. Perikanan dan Kelautan
3. Kehutanan
4. Pariwisata
5. Pertambangan

Pemberdayaan kelima sektor pembangunan ini diharapkan dapat memacu peningkatan PAD Boalemo dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama para petani / nelayan, memperluas kesempatan kerja dan mengembangkan ekonomi kerakyatan. Dengan demikian percepatan pembangunan di Boalemo segera terujud dan dinikmati oleh masyarakat Boalemo

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet)

Menurut perhitungan BPS Kabupaten Gorontalo dalam paparan Bupati Boalemo Iwan Bokings pada Rakorbang I Tingkat Propinsi Sulut. Pertumbuhan Ekonomi Boalemo Tahun 1999 mencapai pertumbuhan 2,53 %. Bila hal ini dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk yang hanya 1,6 % maka dengan demikian pertumbuhan ekonomi ini dapat menampung setiap tahun pertambahan angkatan kerja di Boalemo. Malahan terdapat surplus sebesar 0,93 %. Indikator ini menunjukan setiap bulan/tahun terjadi pertumbuhan / peningkatan pembangunan di Boalemo. Memperhatikan hal tersebut angka pertumbuhan ekonomi ini harus terus dipertahankan dan ditingkatkan bagi percepatan dan kemajuan pembangunan.

Berdasarkan analisis peningkatan pertumbuhan ekonomi yang dikaitkan dengan peningkatn PAD dengan PDRB Boalemo saat sekarang ini mencapai 542,037 Milyar dan pendapatan perkapita penduduk saat sekarang ini sebesar Rp. 2.685.232/tahun atau Rp. 223.769 per bulan. Pendapatan ini diatas Upah Minimum Regional (UMR) dan juga berdasarkan pertimbangan pemerataan pembangunan dikelima kecamatan di Boalemo, maka Pemda telah memprogramkan 4 Kapet yaitu :
1. Kapet Paguyaman sebagai Pusat Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri.
2. Kapet Tilamuta sebagai Pusat Pengembangan Pemerintahan, Pendidikan, Kebudayaan dan
Pariwisata.
3. Kapet Marisa – Paguat sebagai Pusat Pengembangan Sentra Produksi dan Pusat Perda-
gangan Jasa dan Perikanan.
4. Kapet Randangan – Popayato sebagai Pusat Pengembangan Perkebunan, Peternakan dan
Pelestarian Lingkungan.

Dengan Program Kapet yang akan memberdayakan potensi Sumber Daya Alam dan Sumbedaya Manusia dikeempat Kawasan, maka dengan demikian akan dapat memacu peningkatan PAD dan Pertumbuhan Ekonomi. Sehingga percepatan pembangunan di keempat kawasan berjalan bersamaan dan sejajar yang tujuan akhir adalah kesejahteraan masyarakat yang merata di Boalemo.

Mencermati potensi dan prospek kemajuan serta percepatan pembangunan Boalemo bermasa depan cerah dan mengaitkannya dengan ancaman gejolak sosial dan kerusuhan yang melanda daerah – daerah di Indonesia saat sekarang ini seperti ; di Poso, Ternate, Ambon, Aeceh dan sebagainya. Maka jaringan sampai hal brutal dan tidak manusiawi tersebut yang diprovokasi oleh oknum tertentu dengan membakar emosi masa yang sifatnya sesaat terjadi di daerah termuda ini. Kerusuhan tersebut akan meluluh lantakan segala daya upaya yang selama ini dengan bersusah payah telah terbangun baik fisik maupun non fisik. Hasil akhir kerusuhan adalah penderitaan lahir dan batin anak manusia Boalemo. Mencermati hal tersebut masyarakat Boalemo harus bersatu padu, hidup rukun, tidak mudah terprovokasi, menjadi contoh bagi daerah lainnya dalam hal kebaikan, berpikiran positif dan akhirnya membantu dan mendukung segala daya upaya yang diprogramkan Pemerintah Daerah yang saat sekarang ini dipimpin Bupati Iwan Bokings yang pakar, praktisi, energik dan sangat aktif memperjuangkan kemajuan pondasi Pembangunan Boalemo yang kokoh berprospek masa depan cerah. Orang bijak berkata bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, bila pekerjaan awalnya dikerjakan dengan baik maka hal tersebut menandakan pekerjaan sudah 99 % selesai.

Jl. Merdeka No. 85 KP. 96263
Desa Hungayonaa, Kecamatan Tilamuta
Kabupaten Boalemo

Artikel ini dimuat tanggal 7 September 2000 di Harian Gorontalo Post
AWAS PENYAKIT AIDS TELAH MASUK
KE PROVINSI GORONTALO *
Oleh : Yosef P. Koton

Cukup mengejutkan berita di Harian Gorontalo Post pada tanggal 22 Pebruari 2005 yang memberitakan meninggalnya seorang penderita AIDS di Kota Timur Kota Gorontalo. Penyakit AIDS adalah penyakit yang mematikan yang belum ditemukan obatnya dan menular melalui hubungan kelamin dan melalui kontak darah penderita dengan darah orang yang akan ditularinya.

Pertanyaan yang menggelitik dari kejadian tersebut diatas adalah apakah sebelum penderita AIDS tersebut sebelum meninggal telah melakukan hubungan badan dengan PSK-PSK (Pekerja Seks Komersial) di Provinsi Gorontalo ? Kalau hal tersebut terjadi maka penderita AIDS di Provinsi Gorontalo sudah menyebar. Belum lagi kalau luka si Pendertia AIDS tersebut bersentuhan dengan luka teman si penderita AIDS atau keluarga dekatnya atau melalui gigitan nyamuk. Hal ini pun akan menambah jumlah penderita AIDS di Provinsi Gorontalo.

Diberitakan Harian Gorontalo Post kalau si Penderita AIDS tersebut sempat menikah. Hal ini berarti isterinya tersebut secara otomatis sudah tertular, kalau si penderita dalam berhubungan badan dengan isterinya tidak menggunakan kondom.. Oleh karena itu Dinas Kesehatan harus fokus memantau dan mengawasi isteri si Penderita AIDS tersebut. Memberikan bimbingan rohani agar tidak menularkan kepada yang lainnya.

Diberitakan pula bahwa Dinas Kesehatan kehilangan alamat isteri penderita AIDS. Hal ini menunjukkan ketidak seriusan aparatur kesehatan terhadap penanggulangan penyakit yang akan memusnahkan penduduk di Provinsi Gorontalo ini.

Sudah selayaknya Dinas Kesehatan membentuk Tim Khusus Penanggulangan Penyebaran Penyakit AIDS ini. Tim tersebut bertugas dengan intensif dan dengan gerak yang cepat mendeteksi, memantau, mengawasi penderita AIDS jangan sampai menularkan ke yang lainnya.

Pengalaman yang berharga bagi pekerjaan tim ini kedepan, sesuai dengan yang diberitakan kalau penderita AIDS ini pernah mendonorkan darahnya di PMI pada tahun 2000 dan diketahui mengidap penyakit AIDS, tetapi karena pengawasannya yang tidak intensif sehingga si penderita di khawatirkan sudah menularkan penyakit kepada isterinya yang dikawininya 2 bulan sebelum penderita meninggal dan juga kepada kawan-kawannya, keluarganya dan juga yang lain-lainya di daerah ini.

Sungguh ironis, pada halaman lain Harian Gorontalo Post diberitakan Pimpro di Dinas Kesehatan di periksa Kejaksaan karena memark up pembelian alat Ronthgen dari harga yang sebenarnya Rp. 400 jt menjadi Rp. 1,6 Milliar. Tidakkah sebaiknya hasil mark up sebanyak Rp. 1,2 Milliar ini dibelikan peralatan untuk mendeteksi penyakit AIDS yang sangat berguna bagi kepentingan masyarakat banyak daripada hanya berguna untuk menambah kekayaan pribadi Pimpro dkk ?

Dari asal usul si Penderita AIDS ini adalah orang Gorontalo perantauan yang mudik kampung. Hal ini memberikan pelajaran bagi kita bahwa orang Gorontalo yang berada di luar daerah Gorontalo maupun yang bukan orang Gorontalo yang akan masuk ke daerah ini membawa/menularkan hal yang positif dan negatif bagi kemajuan daerah ini kedepan. Hal yang positif seperti kualitas SDM nya yang tinggi, beriman, bermoral dan lain-lain yang baik-baik, sedangkan yang negatif contohnya membawa penyakit AIDS, narkoba, korupsi, premanisme dan lain-lain yang buruk-buruk.

Kecolongan dengan masuknya penyakit AIDS ini di Provinsi Gorontalo menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi aparatur Dinas Kesehatan untuk meningkatkan lagi kinerjanya dalam menyehatkan masyarakat. Pekerjaan paramedis adalah pekerjaan yang mulia sebagai suatu pengabdian kepada kemanusiaan. Kalau ingin menjadi banyak duit janganlah menjadi tenaga paramedis, berdaganglah itulah profesi yang cocok untuk itu. Disinyalir masyarakat pelayanan di beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas di Provinsi Gorontalo sangat menyedihkan para perawat dan mantrinya dan juga mungkin dokternya sangat lamban dalam menangani pasien. Nanti ketika keluarga pasien menanyakan dan membentak-bentak baru perawat/mantrinya mengambil sampel darah, kencing dan lain-lain untuk diperiksa, kalau tidak ditanyakan mereka inaktif alias cuek bebek.. suatu sikap yang tidak sesuai dengan jiwa ideal seorang tenaga paramedis yang mengabdi untuk kepentingan kemanusiaan.

Kepekaan terhadap pelayanan kemanusiaan ini perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan kesehatan sehingga tenaga paramedis yang dihasilkannya proaktif, tanggap, cepat, tersenyum, teliti, tekun dalam setiap melayani pasien tanpa membeda-bedakan status si pasien apakah kaya, miskin, pejabat atau pembantu rumah tangga semua adalah sama dalam pelayanan..

Akhirnya, penulis mengusulkan agar tanggal 22 Pebruari di peringati sebagai hari masuknya penyakit AIDS di Provinsi Gorontalo. Hari yang mengingatkan masyarakat di Provinsi Gorontalo bahwa setiap orang di daerah ini kalau tidak waspada setiap saat akan tertular penyakit yang berbahaya ini. Juga hari yang akan mengingatkan kepada aparatur kesehatan untuk meningkatkan lagi kinerjanya didalam mendeteksi, mengawasi dan memberantas penyakit terkutuk ini.

Pemerhati Pembangunan
Tinggal di Desa Hulawa,
Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Artikel ini dimuat tanggal 7 Maret 2005 di Harian Gorontalo Post
KEAGUNGAN PAKAYA *
Oleh : Yosef P. Koton

Mundurnya Pakaya dari Ketua DPD 1 Golkar Provinsi Gorontalo yang disebabkan presure dari massa AMPG (GP), menunjukkan keagungan seorang Pakaya sebagai pemimpin yang mempunyai jiwa yang besar. Tidak salah julukan yang selama ini disandangnya sebagai Panglima politik. Di saat Gorontalo kekurangan pemimpin yang berani memenuhi “Aspirasi” massa, Pakaya dengan agungnya tampil kedepan memberikan contoh, bahwa jabatan itu kecil, bukanlah segala-galanya bagi dirinya. Masih banyak “jabatan” lainnya yang lebih terhormat untuk dilakoninya sebagai sumbangsihnya bagi kemajuan daerah Gorontalo tercinta.

Keagungan Pakaya ini bagaikan Menara Keagungan yang dibangunnya, Pentadio Resort, Pabrik Tepung Kelapa, Nata De Coco, Mall, Kebun Binatang. Pembangunan yang tak mudah dilupakan orang, berkat sumbangsih Pakaya untuk mengangkat harkat dan martabat daerah dan juga masyarakat. Pakaya adalah orang yang realistis di dalam membangun daerah. Bukankah pengalaman pembangunan sebelum ini menunjukkan bahwa anggaran yang langsung ke tingkat masyarakat bawah tidak dapat membantu mengentaskan kemiskinan masyarakat ditingkat bawah tersebut ? Banyak contohnya seperti Kredit Usaha Tani (KUT) dan program semacam itu dengan anggaran milyaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan, tetapi siapakah yang paling diuntungkan? Bukankah pengurus dan pelaksana? Sehingga sampai dengan hari ini mereka berurusan dengan aparat penegak hukum? Dan masih banyak lagi contoh-contoh program dengan anggaran milyaran tetapi hasilnya tidak ada bekas-bekasnya atau tanda-tandanya? Seperti penghijauan, pohon yang ditanam sampai dengan hari ini tidak tumbuh-tumbuh.. Pembangunan tanggul, ketika banjir hanyut dibawah air. Dan masih banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Penataan dan pencerahan Kota Limboto, yang sebelumnya dikatakan sebagai kota yang tertidur sehingga menjadi kota terbangun, terpoles dan menjadi cantik, indah menawan, dimana para tamu dari luar daerah yang pertama kali datang ke Gorontalo terkagum-kagum dan bertanya-tanya apakah sudah disini pusat kotanya? Merupakan upaya briliant Pakaya agar anggaran pembangunan dapat dirasakan dan dapat dinikmati oleh semua orang serta dapat memajukan daerah. Kesan kasat mata orang melihat kemajuan suatu daerah adalah dari fisik bangunannya dulu. Apabila pertama kali dia melihat bangunan yang megah, indah menarik, maka timbul dalam benaknya bahwa daerah ini maju dan tidak terbelakang dibanding dengan daerah lainnya. Hal-hal inilah yang menonjol sebagai keberhasilan Pakaya dalam upayanya membangun daerah Kabupaten Gorontalo dan kita selayaknya berterima kasih kepadanya atas jasa-jasanya tersebut.

Kalau mengkaji lebih kedalam lagi program yang dilakukan Pakaya sebenarnya sangat sinergis dengan program Pemerintah Provinsi. Ternyata luas lahan dan produksi jagung serta hasil perikanan lebih banyak dihasilkan dari Kabupaten Gorontalo, tetapi hal ini tidak terkomunikasi dan tersosialisasi dengan baik ke tingkat Provinsi. Apakah hal ini disengaja atau tidak oleh pembantu-pembantu Pakaya agar terjadi “bentrok” antar Pakaya dengan Gubernur? Sungguh disesalkan, ternyata terobosan program yang sangat bagus dari pakaya tidak didukung secara maksimal oleh pembantu-pembantunya. Ataukah mungkin kualitas SDM pembantu Pakaya rendah? Ataukah ada hal yang lain? Perlu dilakukan kajian untuk itu.

Sebetulnya upaya pembangunan yang dilakukan Pakaya pada prinsipnya hampir mirip dengan yang dilakukan Kabupaten Boalemo dan Kota Gorontalo tetapi bedanya, pendekatan, komunikasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh pembantu-pembantu kedua pemimpin di kedua daerah tersebut sangatlah komunikatif dan bersahabat serta menyadari perlunya dukungan Pemerintah Provinsi untuk menyukseskan program-program yang dilaksanakannya.

Program terobosan Pakaya lainnya yang sebenarnya sejalan dengan program peningkatan sumber daya manusia (SDM) Pemerintah Provinsi adalah pembebasan siswa dari pembayaran SPP, ini merupakan suatu kebijakan yang jitu dan tepat dilihat dari sisi penggunaan anggaran yang dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat dan bukan oleh sebagian kelompok masyarakat “aktifis” tertentu yang berlindung dibalik kemiskinan dan ketakberdayaan para petani dan nelayan. Walaupun program ini dikritisi tidak efektif. Bukankah hal yang sama juga dilakukan oleh Pemerintah Jembrana di Provinsi Bali ?

Sejatinya terdapat beberapa program yang dilakukan Pakaya yang agak berbeda dengan daerah lainnya dan merupakan satu terobosan dan lompatan-lompatan didalam memajukan daerah dan masyarakat Kabupaten Gorontalo. Lompatannya sebenarnya akan semakin jauh lagi seandainya terjalin hubungan komunikasi yang baik dengan Pemerintah Provinsi, sehingga Gubernur akan meneruskannya ke Pemerintah Pusat untuk memperbanyak lagi anggaran yang dikucurkan kedaerah ini.

Akhirnya, daerah ini masih membutuhkan ide-ide segar dari Pakaya untuk mempercepat pembangunan di Provinsi Gorontalo. Tetapi berhasilkah Pakaya meyakinkan masyarakat untuk memilihnya kembali menjadi pemimpin di Kabupaten Gorontalo? Kita tunggu, dalam waktu yang tidak terlalu lama, hanya dalam waktu 3 bulan kedepan, pada bulan Juni 2005.
Pemerhati Pembangunan
Tinggal Di Desa Hulawa, Kec. Telaga, Kab. Gorontalo

Artikel ini dimuat tanggal 15 Maret 2005 di Harian Gorontalo Post

Tuesday, August 29, 2006

PERAN MIND SETTING DALAM
PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA APARATUR
Oleh : Yosef P. Koton

Mind Setting atau penataan pola pikir merupakan temuan baru yang diajarkan dalam Diklat maupun seminar-seminar dalam rangka untuk pengembangan kualitas SDM dan kecemerlangan organisasi. Begitu pentingnya Mind Setting ini untuk memacu kinerja aparatur Pemerintah Provinsi Gorontalo, maka hal tersebut tidak disia-siakan Gubernur Gorontalo yang dikenal tanggap dan brilliant untuk melaksanakan Diklat Mind Setting di Gorontalo, kalau tidak salah sudah dilakukan sebanyak dua kali.

Dalam rangka untuk perbaikan dan penyempurnaan Diklat Mind Setting kedepan perlu dilakukan evaluasi atau penelitian sejauh mana outcomes, benefit dan dampak Diklat Mind Setting tersebut terhadap kinerja aparatur yang sudah dilatih tersebut. Hasil evaluasi atau penelitian akan menunjukan apakah telah terjadi peningkatan kinerja aparatur ataukah kinerjanya tetap atau malahan menurun ? Kalau kinerja aparatur tetap atau menurun maka materi Mind Setting perlu disempurnakan ataukah lingkungan kerja yang kurang kondusif yang sangat dominan pengaruhnya terhadap kinerja yang tetap dan menurun tersebut ? Ataukah ada hal yang lain yang menjadi penyebab ? Kalau Provinsi Gorontalo tidak ingin ketinggalan dari daerah-daerah lainnya maka perlu dilakukan evaluasi atau penelitian yang terus menerus dan berlanjut terhadap kinerja tersebut.

Mind Setting sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan budaya kerja. Hal tersebut disebabkan karena pengembangan budaya kerja membutuhkan fleksibilitas berpikir, khususnya apabila pengembangan budaya kerja berlawanan dengan apa yang dianut sebelumnya. Begitu pentingnya Mind Setting sehingga Peter F. Drucker pakar manajemen dunia menyatakan bahwa “ Yang memprihatinkan pada masa turbulensi seperti sekarang adalah sikap dan perilaku yang masih menggunakan pola-pola pikir yang lama. Hal yang sama dikatakan oleh William James “ Revolusi generasi sekarang adalah bahwa manusia dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam pikirannya. Dikuatkan lagi oleh pendapat Anthony Robbins “Kualitas serta keberhasilan seseorang ditentukan oleh pola-pola komunikasi dengan dirinya sendiri”.

Dalam perjalanan hidup, seseorang seringkali terjebak dalam pola pikir tertentu, yang menjadikannya kaku dalam berpikir (rigid). Orang seperti ini cenderung berpikir menggunakan pola tertentu dalam mengatasi permasalahan dan tidak dapat melihat alternatif lain diluar pola berpikirnya. Solusi untuk mengatasi cara berpikir yang demikian adalah dengan penataan pola pikir (Mind Setting). Esensi penataan pola pikir menurut kementerian pendayagunaan aparatur negara adalah untuk ; 1). Mengatasi pola pikir dan paradigma yang sulit menerima perubahan yang selama ini menjadi akar masalah dalam organisas; 2). Mengidentifikasi mental blok (mental block) yang menghilangkan inovasi, inisiatif, motivasi, pemikiran jernih dan kerjasama organisasi; 3). Menanamkan cara berpikir sistemik dalam memahami dan menyelesaikan persoalan dalam organisasi; 4). Memberdayakan potensi untuk percepatan pembaharuan dan membangun konsep berpikir diluar pola yang sudah ada (out of the box) yang terintegrasi dalam bekerja sama sebagai sebuah team; 5). Merancang visi, misi dan strategi pembaharuan serta memetakan pola pikir (Mind Sett) organisasi dan pengaruhnya terhadap kinerja dan budaya kerja; 6). Mengantisipas sejak dini hambatan yang dapat timbul dengan kondisi Mind Sett organisasi saat ini dan merumuskan perubahan pola pikir (Mind Sett) yang diperlukan agar sasaran organisasi dapat tercapai; 7). Membangun jiwa, semangat, komitmen, kesatuan arah dan nilai bersama untuk perubahan; dan 8). Memimpin dan mempelopori gerakan perubahan.

Dalam Mind Setting terdapat pelatihan untuk memeriksa arsip pengalaman masa lalu. Tanpa diminta, rekaman pengalaman negatif masa lalu dapat berputar kembali yang menyebabkan seseorang mempunyai perasaan tidak oke sesuai dengan “cikal bakal“ emosi yang menyertainya. Arsip pengalaman masa lalu ini dapat diperiksa dengan konsep “Transactional Analisys“ sehingga dengan mudah kita dapat memahami diri kita (dan orang lain) lengkap dengan sifat-sifat, sikap dan perilakunya.

Disamping itu juga dilatihkan bagaimana men’delete’ black memories dan membuat ‘short-cup’ golden memories. Rekaman buruk dimasa lalu (black memories) dapat dihapus satu persatu seperti men’delete’ arsip (file) yang tidak dikehendaki didalam komputer dengan menggunakan teknik Neuro-Linguistic Programing (NLP). Dengan teknik ini juga, rekaman bagus (golden memories) dapat dibuatkan ‘short-cut’ yang dapat dijadikan kunci untuk mendapatkan perasaan pengalaman sukses dari waktu ke waktu.

Selain itu juga dalam Mind Setting dilatihkan untuk membuat program kedepan. Sesuatu (cita-cita) yang diinginkan dimasa yang akan datang, sesungguhnya dapat diprogram kedalam otak/pikiran dengan Silva Method Of Mind-control. Prinsipnya sama dengan ‘Image Training’ atau “Inner-Learning” untuk peningkatan berbagai prestasi dengan menggunakan teknik-teknik bawah sadar. Peserta pelatihan dibekali dengan teknik relaksasi/meditasi (pikiran berada pada gelombang alpha).

Bila langkah-langkah dalam Mind Setting tersebut diatas dilakukan, maka otak/pikiran tidak lagi mengalami ‘hang’ atau “trouble” sehingga dengan sendirinya dalam keadaan yang demikian orang tersebut akan dapat berprestasi yang cemerlang, hal ini dapat dibuktikannya dengan produktifitas pekerjaannya dan atau kinerjanya yang tinggi.

Dari uraian tersebut di atas Mind Setting ini sangat perlu diikuti oleh setiap aparatur di Provinsi Gorontalo dalam rangka pengembangan budaya kerja yang akan berdampak pada peningkatan produktifitas/kinerja aparatur yang tinggi.

Tulisan ini penulis akhiri dengan menuliskan pesan dari instruktur Mind Setting, seorang dokter yang berasal dari Provinsi Bali, N. Sutrisna Widjaya namanya, dimana pesannya tersebut gema dan getarannya masih penulis rasakan sampai dengan sekarang, padahal pelatihannya sudah hampir dua bulan yang lalu, di Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Pesannya adalah “ Sesungguhnya tidak ada orang yang malas atau tidak bermotivasi, mereka hanya belum dapat menghayati jati dirinya dan belum bisa mengembangkan visi pribadi yang bermakna “

Staf Bapppeda Provinsi Gorontalo
Artikel ini ditulis 6 April 2005
URGENSI DATA STATISTIK DALAM PENYUSUNAN
VISI DAN MISI CALON KEPALA DAERAH *
Oleh: Yosef P. Koton
Anggota Perhepi Gorontalo

Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi masyarakat wajib pilih di tiga Kabupaten di Provinsi Gorontalo akan mendengarkan kampanye berupa visi dan misi para calon Bupati dalam pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) langsung, bulan juni nanti. Keberhasilan para calon bupati dalam memikat hati konstituennya untuk memilihnya ditentukan oleh visi dan misi yang akan disampaikannya.

Visi dan misi akan menarik apabila didukung dengan data-data statistik yang valid dan akurat. Sudahkah para calon Bupati disodori atau disajikan data-data statistik dari calon daerah yang akan dipimpinnya? Ataukah para calon Bupati sudah memilikinya dan saat ini sedang mempersiapkan visi dan misinya? Ataukah para calon Bupati tidak mau tahu dengan data statistik calon daerah yang akan dipimpinnya? Wah, ini yang gawat nanti visi dan misi hanya berupa mimpi yang mengambang sangat sulit diwujudkan dan tidak bisa diukur. Padahal dalam UU No. 32 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tentang Sistim perencanaan Nasional, Visi dan misi yang akan melahirkan kebijakan, program dan kegiatan ini harus didasarkan pada data-data statistik yang akurat.

Menyebut data statistik biasanya orang langsung membayangkan kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dengan data yang kadaluarsa satu tahun yang lalu dan banyak data-data statistik yang penting lainnya yang tidak tersedia disana. Kadang-kadang datanya tersedia tetapi sangat sulit untuk memperolehnya. Hal ini menjadi keluhan dari berbagai pihak yang membutuhkan data. Padahal kantor ini mendapatkan anggaran milyaran dari dana dekonsentrasi, tetapi masih merasa kurang. Data-datanya hanya untuk pemerintah pusat. Apakah memang demikian Tupoksinya? Kalau memang demikian kantor BPS ini sebaiknya diotonomkan saja sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk kepentingan pembangunan daerah dalam menyediakan data-data statistik yang valid dan akurat.

Lalu darimana lagi data statistik secara makro dapat diperoleh calon Bupati di ketiga daerah, Kabupaten Gorontalo, Pohuwato dan Bone Bolango ? Tiada lain adalah dari BAPPPEDA karena di institusi ini biasanya tersedia data-data statistik yang biasa digunakan didalam penyusunan perencanaan pembangunan di daerah. Kedepan institusi ini perlu penguatan lagi dimana SDMnya perlu dilatih didalam pengumpulan dan penghitungan data-data statistik sehingga data statistik yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan dan data-data terbaru dari berbagai sektor tersedia setiap saat dibutuhkan.

Data-data statistik apakah yang diperlukan calon Kepala Daerah didalam penyampaian Visi dan misi didepan DPRD dan masyarakat pemilihnya yang akan menjadi kontrak politik untuk lima tahun kedepan? Data statistik tersebut seperti : PDRB, Geografi, Statistik bidang ekonomi, bidang Sosbud, bidang Fisik pra sarana, Keuangan Daerah, Pemerintahan Umum, dan lain-lain. Lalu bagaimana penggunaan data-data statistik tersebut dalam penyampaian visi dan misi calon Kepala Daerah ? Penggunaannya misalnya sebagai berikut, berdasarkan data PDRB pendapatan perkapita masyarakat Kabupaten Gorontalo pada tahun 2005 ini adalah sebesar Rp 3.000.000,00 maka dalam visi dan misinya calon Bupati X misalnya menyampaikan bahwa 5 tahun kedepan (tahun 2010) pendapatan perkapita masyarakat kabupaten Gorontalo akan ditingkatkannya menjadi Rp 4.000.000,00. Pada masa akhir jabatannya pada tahun 2010 Bupati Gorontalo X tersebut apabila dalam Pilkada langsung dia terpilih, maka pendapatan perkapita tersebut akan dievaluasi apakah mencapai angka Rp 4.000.000,00 atau tidak. Jika berhasil mencapai sebesar Rp 4.000.000,00 berarti bahwa Bupati Gorontalo X tersebut telah berhasil mewujudkan visi dan misinya. Tetapi kalau tidak mencapai angka Rp 4.000.000,00 berarti Bupatinya gagal dan dicari penyebab masalahnya dimana. Oleh karena itu agar berhasil mencapai pendapatan perkapita sebesar Rp 4.000.000,00 tersebut Bupati Gorontalo X dalam menjalankan pemerintahannya harus berupaya sekuat-kuatnya untuk mencapai angka tersebut melalui kebijakan, program dan kegiatan tahunannya yang langsung ditujukan untuk pencapaian angka pendapatan perkapita sebesar Rp 4.000.000,00 tersebut.

Inilah rohnya dari perubahan undang-undang yang mengatur pemilihan Kepala Daerah langsung, dimana visi dan misi Bupati pada masa yang lalu hanya berdasarkan pernyataan kualitatif Dan tidak berpijak pada data-data yang sebenarnya misalnya pembangunan di Kabupaten Gorontalo akan maju (tidak tahu, majunya berapa persen) dan sulit untuk mengukurnya. Demikian pula dengan peningkatan kesejahteraan petani akan meningkat (tidak tahu, kenaikannya berapa persen) dan pada masa akhir jabatan bupati peningkatan kesejahteraan petani tersebut tidak pernah dilakukan pengukurannya. Sekarang ini paradigma tersebut diatas sudah dirubah dengan pemilihan Kepala Daerah langsung tersebut dimana visi dan misi yang disampaikan harus berdasarkan pada data-data statistik yang valid dan akurat dan dapat diukur (quantitatif) pada masa berakhirnya jabatan Kepala Daerah apakah berhasil atau tidak mencapai visi dan misinya?

Sesuai dengan UU No.32 tahun 2004 dan UU No.25 tahun 2004, visi dan misi Kepala Daerah ini akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) daerah (perencanaan 5 Tahun) atau dulu dikenal dengan Renstra Daerah. Penyusunan RPJM ini mengacu pada RPJP nasional, RPJM Nasional dan berbagai kebijakan dan prioritas program pemerintah dan pemerintah provinsi. Tujuan merujuk semua dokumen perencanaan dimaksud adalah untuk menjamin terciptanya sinergi kebijakan dan sinkronisasi program secara vertikal antara tingkat pemerintahan yang berbeda.

Masyarakat pemilih di ketiga daerah Kabupaten di Provinsi Gorontalo harus jeli didalam memilih Bupati yang akan memimpin daerahnya lima tahun kedepan. Kemajuan daerahnya akan ditentukan oleh siapa yang menjadi pemimpin nomor satu dan nomor dua di daerah tersebut. Pilihlah calon Bupati yang bersih dan berakhlak mulia, dimana setiap kegiatan yang dilakukannya bernilai ibadah dan bermanfaat bagi manusia serta lingkungan sekitarnya. Selain itu pilihlah calon Bupati yang menyampaikan visi dan misinya yang didasarkan pada data-data statistik sehingga DPRD dan masyarakat dapat menilai dan mengukurnya pada masa jabatannya berakhir apakah visi dan misi yang dulu disampaikannya sudah berhasil dicapainya ?

Hendaknya masyarakat pemilih jangan memilih calon Bupati yang didalam penyampaian visi dan misinya tidak berdasarkan data-data statistik sehingga hanya berupa pernyataan-pernyataan kualitatif, berupa janji-janji yang bombastis yang membius masyarakat dan sangat sulit untuk diwujudkan serta DPRD dan masyarakat pun tidak dapat menilai dan mengukur keberhasilannya setelah masa jabatannya berakhir. Dan orang Gorontalo menyebutnya dalam bahasa daerah ”bo ngango”.

Artikel ini dimuat tanggal 3 Mei 2005 di Harian Gorontalo Post
PERCEPATAN PEMBANGUNAN, MENUNGGU DPRD BOALEMO *
Oleh : Yosef P. Koton

Kabupaten Boalemo lahir/dibentuk +_ 8 bulan yang lalu dengan keluarnya Undang-undang tentang pemekaran wilayah/daerah Kabupaten Gorontalo. Pemerintahan Daerah Kabupaten Boalemo diibaratkan umur bayi, maka bayi itu saat sekarang ini sudah mulai merangkak dan belajar berdiri. Menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1999, pemerintahan daerah terdiri atas Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai Badan Eksekutif dan bermitra sejajar dengan DPRD sebagai Badan Legistif. Kenyataannya sekarang ini di Boalemo, Pemdanya sudah dibentuk dengan penunjukan PLH Bupati dan perangkatnya sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) nya belum terbentuk. Ibarat bayi seperti di atas ternyata bayinya pincang sehingga apabila dia berdiri akan jatuh dan bayinya hanya bisa merangkak.

Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) lama yang dibentuk Pemerintah Pusat, DPRD Boalemo akan dibentuk pada bulan Juni 2000 melalui pemilu lokal. Perkembangan pada akhir-akhir ini KPU lama dibubarkan dan dibentuklah KPU baru. Apakah KPU baru ini akan akan melaksanakan pemilu lokal atau tidak ? Kita bersabar menunggu. Apabila KPU tidak mengadakan pemilu lokal, hal ini berarti pembentukan DPRD Boalemo didasarkan pada perolehan suara Partai Politik (Parpol) pada pemilu 1999, tahun yang lalu.

Pemilu lokal akan menggambarkan/melahirkan aspirasi masyarakat saat ini disalurkan ke Parpol yang mana ? Kita akan mengetahuinya setelah pemilu lokal. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah perkembangan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat selama satu tahun terakhir ini telah merubah penyaluran aspirasi masyarakat terhadap Parpol yang dipilihnya pada pemilu 1999 tahun yang lalu ? Pengalaman pada pemilu 1999 Tokoh Parpol yang dikenal luas masyarakat mempengaruhi perolehan suara Parpol. Dengan pemilu lokal Pemerintah harus mengadakan/menyediakan dana pemilu.

Selama belum terbentuk DPRD maka tugas pelaksanaan pemerintahan, pembanguanan dan kemasyarakatan ini dijalankan sendirian oleh Pemda. Hal ini berakibat apabila pada saat ini ada hal-hal yang penting yang berkaitan dengan tugasnya untuk percepatan pembangunan di Kabupaten Boalemo yang harus segera diputuskan, maka Pemda akan bersikap menunggu karena harus dengan persetujuan DPRD. Sangat disayangkan kalau peluang-peluang itu diambil alih oleh Daerah-daerah lainnya. Usaha maksimal yang dapat dilakukan Pemda saat ini adalah memintakan pendapat organisasi kemasyarakatan yang ada di Boalemo.

Sambutan, dukungan dan harapan masyarakat Boalemo terhadap terbentuknya Kabupaten baru ini sangat tinggi untuk percepatan pembangunan daerahnya. Hal ini terlihat disetiap depan rumah penduduk dipasang arkus yang bertuliskan selamat datang Kabupaten Boalemo. Dan juga bantuan yang diberikan yang bernilai jutaan rupiah untuk mensukseskan pelaksanaan kegiatan MTQ XIX Provinsi Sulawesi Utara di Kecamatan Tilamuta. Selanjutnya pada setiap pertemuan dengan Pemda masyarakat mengharapkan segera nampak kemajuan pembangunan fisik di Kabupaten Boalemo.

Personil Pemda sendiri di Tingkat Kabupaten Boalemo masih sangat minim disebabkan belum diserahkan secara spenuhnya urusan kepegawaian oleh Pemda Kabupaten Gorontalo. Dengan demikian pendayagunaan Pemda sendiri di Tingkat Kabupaten Boalemo dalam menjalankan fungsinya belumlah termanfaatkan secara optimal.

Selama +_ 8 bulan ini percepatan pembangunan di Boalemo sudah mulai menunjukan titik terangnya. Laju percepatan pembangunannya semakin bertambah apabila DPRDnya sudah terbentuk. Potensi lahan pertanian, perkebunan, kehutanan, kelautan dan pertambangan menunggu untuk didayagunakan seoptimal mungkin untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Boalemo. Insya Allah kalau hal ini terkelola dengan baik, Boalemo dalam waktu yang tidak begitu lama akan dapat mengejar ketertinggalannya dari daerah Kabupaten dan Kota Gorontalo. Amin.
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Hungayonaa Kecamatan Tilamuta, Kab. Boalemo

Artikel ini dimuat Juni 2000 di Harian Gorontalo Post



PENDEKATAN KESEJATERAAN
APARAT DESA *
Oleh : Yosef P. Koton

Reformasi menuntut perubahan dan transparansi di segala bidang yang dipelopori mahasiswa Jakarta, imbasnya sampai ke tingkat masyarakat desa. Transparansi/keterbukaan, KKN menjadi isu sentral yang disoroti masyarakat. Pada tingkat Pemerintah Pusat yang diunjuk rasa antara lain Presiden bersama Menteri Kabinet dan Lembaga Tinggi Negara lainnya. Maka di tingkat desa antara lain adalah Kepala Desa bersama aparat desanya. Berunjuk rasa pada pemerintah pusat yang merupakan penentu kebijakan dan full fasilitas adalah hal yang wajar di era reformasi saat sekarang ini. Tetapi pemerintah desa yang minim fasilitas dan penerima kebijakan perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.

Pada masa lalu keberadaan desa yang “minim” ini mendapatkan kompensasi dengan penegakan stabilitas keamanan masyarakat yang mantap. Sehingga masyarakat cenderung membendung aspirasinya. Maka saat sekarang ini paradigma stabilitas sudah ditinggalkan dan diganti dengan keterbukaan sehingga masyarakat secara terang-terangan dan sangat berani menyuarakan aspirasinya.

Pemerintah Desa sebagai pemerintah paling bawah menerima/menjadi tumpuan seluruh program pemerintah baik yang direncanakan di tingkat Pemerintah Pusat maupun dari tingkat bawah. Mengingat hal tersebut maka beban dan tanggung jawab pemerintah desa pun dirasakan menjadi sangat berat. Dilain pihak program pembangunan yang disertai pembiayaan ini pada masa lalu sudah menjadi pembicaraan umum diumpamakan seperti “Es balok dalam karung”. Semakin panjang perjalanannya maka penerima terakhir tinggalah mendapatkan sepotong kecil es bahkan mungkin tinggal karungnya.

Mencermati keadaan yang terjadi pada masa lalu dan menyesuaikan dengan tuntutan saat sekarang ini. Maka tak ada jalan lain keadaan ini harus dirubah antara lainnya dengan melakukan pendekatan peningkatan kesejahteraan Aparat Desa. Bagaimana mungkin Aparat Desa dapat bekerja dengan baik apabila tunjangannya sebulan bagi Kepala Desa adalah Rp 50.000,-, Sekretaris Desa Rp 45.000,- dan Kepala Urusan Rp 40.000,-. Tunjangan ini benar-benar dibawah upah minimum regional. Bandingkan dengan upah karyawan swasta, PT. Rajawali Lakeya yang upahnya sudah Rp 200.000,- masih berunjuk rasa. Patut kita bersyukur bahwa dengan tingkat kesejahteraan seperti saat sekarang ini sebagian besar Aparat Desa masih tetap bekerja melaksanakan tugas-tugasnya.

Tunjangan dengan upah/gaji pengertiannya tentu berbeda. Menjadi pertanyaan adalah apakah Aparat Desa selama ini menerima upah/gaji tersebut? Hingga saat sekarang ini Aparat Desa tidak pernah mengetahui/menerima upah/gaji tersebut. Mengharapkan dari APPKD Desa melalui keputusan desa ? Maka perlu dilakukan survey untuk mengetahui apakah keputusan-keputusan desa itu, saat sekarang ini pada setiap desa masih berlaku atau tidak. Pengamatan menunjukan hampir disebagian besar desa, keputusan desa tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kalaupun ada yang berlaku itu hanya terbatas pada beberapa keputusan saja. Misalnya keputusan desa pada pesta perkawinan dan pasar desa (ini tergantung kalau di desa itu terdapat pasar). Berlakunya keputusan desa ini berpengaruh nyata dengan kesejahteraan aparat desa dan ini berkorelasi positip dengan keaktifan aparat desa menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Menyambut pelaksanaan otonomi daerah Undang-undang nomor 22 tahun 1999 pada tahun 2001. Maka aparat sebagai pelaksana pemerintah di tingkat desa perlu menjadi perhatian yang utama. Kepala Desa idealnya adalah berpendidikan sarjana sehingga dengan jeli dapat menggali potensi desa yang terpendam untuk diberdayakan bagi peningkatan pendapatan asli daerah. Selanjutnya mengusulkannya menjadi program ke pemerintah tingkat atas. Menyediakan data yang akurat sehingga program yang dibuat tidak salah sasaran. Disamping itu dengan cepat dapat menyelesaikan konflik yang ada di desa, sehingga tidak “memusingkan” pemerintah di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan juga DPRD. Pada akhirnya pelaksanaan tugas aparat desa ini akan berhasil dengan baik apabila didukung dengan tingkat kesejahteraan aparat desa yang memadai. Dengan cara menaikan tunjangan aparat desa yang saat sekarang ini, menjadi sama atau di atas UMR. Gaji/tunjangan anggota DPRD kemungkinan sudah disesuaikan. Maka hal yang sama pun perlu kearifan untuk peningkatan kesejahteraan aparat desa. Karena sebetulnya permasalahan yang timbul hingga perlu penanganan DPRD asal mulanya dari desa.
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Pentadu Barat Kecamatan Tilamuta, Kab. Boalemo

Artikel ini dimuat Nopember 2000 di Harian Gorontalo Post

PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA
DI PROVINSI GORONTALO
Oleh : Yosef P. Koton

Budaya kerja merupakan cara pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang dimilikinya, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

Definisi budaya kerja di atas penulis kutip dari buku pedoman pengembangan budaya kerja aparatur negara yang merupakan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) No : 25/ Kep/M.Pan/4/2002. Makna dari definisi budaya kerja tersebut sangatlah idealis dan mengandung sejuta harapan untuk memperbaiki kinerja aparatur negara kedepan. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah keputusan Menpan tersebut hanyalah sebuah wacana yang sangat sulit untuk diimplementasikan ? Bernasib sama dengan wacana dan retorika-retorika lainnya yang dibiayai dengan anggaran yang besar tetapi tidak ada hasilnya ?

Argumentasi Menpan adalah pada masa orde lama dan orde baru pada masa yang lalu titik berat pembangunan ditekankan pada pembangunan fisik tetapi apa hasilnya ? Keterbelakangan, bila dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia yang anggarannya lebih besar pada pembangunan non fisik. Kenyataannya negara jiran tersebut lebih maju dibandingkan dengan Indonesia. Di Indonesia yang maju adalah korupsinya, padahal orang yang korupsi itu rajin sholat dan juga sudah naik haji. Itu semua akibat titik berat pada pembangunan fisik tadi (mark up). Benar juga argumentasi dari Menpan tersebut.

Untuk mewujudkan budaya kerja tersebut Menpan sudah menetapkan 4 Provinsi percontohan yaitu; Gorontalo, Jawa Timur, Kaltim dan Jambi serta 3 Kabupaten Yaitu; Pamekasan, Kutai dan Pare-Pare. Dalam tahap awal maka dilakukan pelatihan fasilitator pengembangan budaya kerja yang berasal dari daerah percontohan tersebut, di Kota Batu, Malang, Jatim ( Kotanya menyerupai Kawasan Botu, bedanya kota Batu hawanya dingin seperti; di Desa Dulomayo, Kecamatan Telaga). Pelatihannya selama 9 Hari, 8 Orang peserta diklat berasal dari Provinsi Gorontalo. Diklatnya agak beda dengan diklat-diklat yang sebelumnya diikuti. Teman penulis yang lebih senior, Gazali Gobel berkomentar luar biasa, nanti kali ini saya ikut diklat dimana supaya peserta diklat dapat berbudaya kerja maka peserta dimatikan dan diusung ke liang lahat tempat peristirahatan terakhir.

Dalam Diklat diharapkan peserta mendalami dan mengembangkan nilai-nilai budaya dasar kerja terdiri dari 34 Unsur nilai atau 17 pasang nilai sehingga antara nilai-nilai yang diyakini dan kerja sebagai bentuk aktualisasi keyakinan tersebut akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktifitas dan kinerja. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain seperti; keikhlasan dan kejujuran, keadilan dan keterbukaan, integritas dan profesionalisme, ketepatan dan kecepatan, kreatifitas dan kepekaan, disiplin dan keteraturan kerja dan seterusnya.

Setelah kembali ke daerah asal, peserta diklat diharapkan dapat membentuk kelompok budaya kerja atau sekurang-kurangnya apa yang sudah didapatkan pada pelatihan dapat diimplementasikan dan ditularkan pada unit kerja masing-masing. Oleh karena yang mengikuti diklat adalah para staf maka perlu dukungan berupa komitmen dan keteladanan dari pimpinan unit kerja untuk melaksanakan secara nyata dan konsisten nilai-nilai budaya kerja sesuai dengan visi, misi, aturan-aturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas sehari-hari, bukan hanya sekedar mengucapkan atau menyuruh orang lain tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakannya.

Pengembangan budaya kerja ini sangat bermanfaat bagi percepatan pembangunan di Provinsi Gorontalo dengan penerapan pengembangan budaya kerja maka setiap program yang direncanakan maupun yang dilaksanakan akan dapat dicapai secara efisien dan efektif, karena ditunjang oleh aparatur yang berbudaya kerja yang tinggi. Tidak akan ada lagi mark up, tidak akan ada lagi KKN, tidak akan ada lagi hal-hal yang menyimpang karena setiap aparatur yang berbudaya kerja sadar dan paham akan jati dirinya dalam hubungan yang serasi dengan manusia, lingkungan dan Tuhan yang menciptakannya.

Pengembangan budaya kerja ini harus sudah dimulai dari sekarang secara sadar dan sistematis dengan terus melakukan penyempurnaan seperti budaya kerja Kaizen di Jepang, sehingga pada suatu saat nantinya akan dapat dicapai titik puncak kecemerlangan dengan dilaksanakannnya secara utuh dan penuh nilai-nilai dasar budaya kerja tersebut.

Pengembangan budaya kerja ini bukan hanya melulu penerapannya pada aparatur Pemerintah Provinsi tetapi juga mencakup aparatur Kabupaten/Kota, aparatur penegak hukum seperti; Polisi, Jaksa dan Hakim, Anggota Dewan Yang Terhormat, swasta bahkan masyarakat. Apabila semua stakeholder ini menerapkan pengembangan budaya kerja maka kemandirian provinsi ini akan dapat dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang menjadi pertanyaan yang menggelitik adalah maukah kita melakukan pengembangan budaya kerja ini di Provinsi Gorontalo ? Hilangkan dululah sifat egoisme, arogansi, aji mumpung, interest pribadi, keluarga dan golongan dan lain-lain demi untuk kemajuan daerah tercinta.

Pengembangan budaya kerja ini selaras dengan program unggulan Provinsi Gorontalo yaitu; pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Oleh karena itu hendaknya dapat diperbanyak aparatur yang mengikuti diklat, tetapi bukan diklat yang dibuat asal jadi dan daerah dibebankan biaya untuk peserta diklat dengan pemateri yang tidak berbobot. Haruslah diinventarisir dan dipilih diklat yang bermutu, standarnya seperti diklat yang dilaksanakan Menpan ini, sangat disiplin dan profesional. Kalau boleh diklat semacam ini diadakan di daerah sehingga peserta diklatnya lebih banyak serta biayannya lebih sedikit.

Aparatur juga perlu ditingkatkan jenjang pendidikannya (S2 dan S3) pada perguruan tinggi yang berkualitas. Hindari Lembaga penyelenggara yang tidak terakreditasi yang terkesan hanya untuk pemberian gelar bukan untuk penguasaan iptek sebagai nilai ke 17 dari nilai budaya dasar kerja yang diperlukan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, terutama metode analisis dan pengambilan keputusan, keahlian/ketrampilan manajerial, teknis, hukum, administrasi, ketrampilan sosial dan komunikasi.

Mampukah Provinsi Gorontalo melaksanakan amanat Menpan sebagai provinsi percontohan pengembangan budaya kerja yang akan terus dievaluasi dan dimonitor Menpan ? Hal ini merupakan tantangan tersendiri dari BKD dan Diklat serta Bagian Organisasi Setda sebagai intitusi penanggungjawab dan juga memerlukan dukungan dari segenap stakeholder untuk mewujudkan pengembangan budaya kerja kerja di Provinsi Gorontalo pada tahun ini tahun baru 2005 dimana usia Provinsi Gorontalo memasuki tahun ke 5.

Diakhir tulisan ini penulis mengutipkan konsep Islam tentang budaya kerja yaitu orang yang beruntung adalah yang hari ini prestasinya lebih baik dari kemarin. Adalah rugi orang yang hari ini sama prestasinya dengan kemarin. Adalah celaka orang yang hari ini prestasinya lebih buruk dari kemarin.

Staf Bapppeda Provinsi Gorontalo
Peserta Diklat Fasilitator Pengembangan Budaya Kerja
di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
Artikel ini dimuat tanggal 10 Januari 2005 di Harian Gorontalo Post
SMS (SAYA MUNGKIN SALAH)
Oleh : Yosef P. Koton
Pemerhati Pembangunan Tinggal
di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo

Pagi hari, membuka Gorontalo Post yang pertama kali, penulis baca adalah halaman pertama sesudah itu, penulis langsung ke kolom SMS. Ada apa dengan SMS? SMS ini menarik, karena beritanya kadang-kadang mengejutkan yang tidak terduga-duga sebelumnya. Penulis sendiri sudah dua kali dikirimi SMS yang dimuat dalam kolom ini. Sehingga menjadi bahan ledekan dan tertawaan teman-teman. Marah, tidak tahu kepada siapa ? Itulah konsekwensi kemajuan teknologi informasi yang bernilai ganda, positip dan negatif tergantung niat person yang mengguna-kannya. Apakah penyaluran aspirasinya hanya sekedar iseng, uneg-uneg, lelucon, kekesalan, ejekan, fitnah untuk menjatuhkan seseorang, pujian atau realita yang sebenarnya? Pembaca SMS harus pintar-pintar menyaringnya dan mengcrosscek lebih lanjut kebenarannya sebelum memvonis bahwa SMS itu benar.

Mencari tahu siapa pengirim SMS itu sangat sulit, karena biasanya nomor HP yang digunakan adalah nomor yang sekali pakai langsung dibuang, dengan harga yang sangat murah hanya Rp 15.000,00. Setahu penulis, yang berani menulis nama dalam SMSnya saat ini barulah sahabat penulis, Rustam Tilome Gaib, tapi kadang-kadang dalam hal-hal tertentu, namanya juga tidak ditulis. Malahan saat ini ada yang dijuluki Raja SMS, dengan imbalan tertentu titipan SMS orang akan dikirimkannya.

Saya mungkin salah (SMS) demikian judul tulisan ini maksudnya SMS tersebut menjadi saran yang berharga bagi saya untuk memperbaiki kinerja saya kedepan, memperbaiki hubungan saya dengan teman saya, Atasan saya, Bawahan saya, keluarga saya, rekan sejawat saya, clien saya, pelanggan saya dan seterusnya, pokoknya yang ada hubungannya dengan saya, bahkan mungkin juga dengan Tuhan Yang Maha Esa. SMS tersebut menjadi alat kontrol yang manjur bagi saya untuk tidak melakukan hal-hal yang menyimpang yang dapat merugikan orang lain, pihak lain, masyarakat, Daerah, lingkungan, Negara dan bahkan juga yang lain-lainnya.

Pokoknya SMS menjadi rambu-rambu yang mewarning saya dalam pengambilan suatu keputusan yang sekiranya dapat merugikan pihak lain. Pembaca bisa bayangkan, jika seandainya banyak Orang yang mengikuti respon dan langkah positif saya ini menanggapi tulisan dalam SMS. Bukankah kalau orang tersebut berhubungan dengan keuangan negara, akan dapat menyelamatkan kebocoran/kerugian negara? Kalau orang yang mengikuti saya berhubungan dengan pelayanan, akan dapat memuaskan orang yang dilayani? Pengambil kebijakan akan memuaskan semua stakeholder? Dan seterusnya apabila orang-orang positif thinking ini didaftar akan banyak sekali, penulis serahkan kepada pembaca untuk meneruskannya.

Kolom SMS ini pernah diusulkan untuk ditiadakan dalam Gorontalo post (GP), karena menjadi sumber fitnah memfitnah, hujat menghujat, tidak mendidik dan seterusnya, pokoknya negatif thinking dan pernah direspon GP dengan menggantinya dengan surat pembaca. Karena surat pembaca ini tidak diminati, yang dibuktikan oleh sedikitnya pembaca mengirimkan tulisan, sehingga surat pembaca ini tidak bertahan lama. Muncul kembali kolom SMS tetapi dengan perubahan dengan mencantumkan secara lengkap nomor HP pengirim SMS. Pencatuman nomor ini, menurunkan drastis SMS yang dikirimkan ke GP. Sekarang kolom SMS ini berubah lagi dimana 3 angka terakhir nomor HP pengirim SMS tidak dicantumkan diganti dengan xxx dan berganti nama menjadi SMS suara Rakyat, dengan ditambahkan catatan redaksi hanya menerima SMS yang sopan, tidak menghujat, bukan isu yang bersifat delik aduan, bukan menyangkut privasi seseorang dan juga bukan isu murahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Hati-hati terhadap penggunaan nomor HP Anda dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab.

Perlu dilakukan kajian khusus, mengapa dengan pencantuman nomor HP secara lengkap ini sangat sedikit yang mengirimkan SMS nya ? Apakah ada hubungannya dengan budaya “Tutuhiya”? Ataukah adanya mentalitas dimasyarakat kita yang kurang berani berhadapan langsung dengan yang dikritisi? Ataukah tidak terdapatnya saluran yang memadai bagi masyarakat baik formal maupun informal sehingga hanya menyampaikan aspirasinya lewat SMS?

Kalau SMS ini kita terima dengan positif thinking, maka diperlukan upaya-upaya dari berbagai pihak untuk memperhatikannya dan melakukan perbaikan-perbaikan yang berarti baik secara internal kedalam individu itu sendiri maupun external dengan berbagai stakeholder yang berhubungan dengan individu itu. SMS ini perlu terus dikembangkan sebagai konsekwensi globalisasi dan kemajuan teknologi informasi yang menuntut transparansi pada setiap gerak langkah manusia yang suka atau tidak suka harus diterima apa adanya dalam kehidupan manusia. Hal ini semua tujuan akhirnya adalah untuk kecemerlangan dan percepatan pembangunan di Provinsi Gorontalo.

Apabila SMS ini diterima dengan negatif thinking, maka perlu dicarikan solusi terhadap saluran-saluran komunikasi penyalur aspirasi baik yang formal maupu informal yang ada di Provinsi Gorontalo yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penyaluran aspirasinya hanya disampaikan lewat SMS. Ini membutuhkan kajian para pakar dari berbagai disiplin ilmu seperti pakar komunikasi, psikologi, sosiologi, manajemen, administrasi dan sebagainya. Masukan dari para pakar ini akan dapat memperbaiki dan lebih menyempurnakan saluran/fungsi-fungsi komunikasi baik formal maupun informal yang ada di Provinsi Gorontalo sehingga yang menjadi keluhan, penyimpangan dan sebagainya yang berasal dari masyarakat dapat langsung disampaikan secara berani dan terbuka tanpa menimbulkan salah pengertian atau miskomunikasi antara penyampai dan penerima keluhan.

Pada hakekatnya menurut orang bijak seorang yang pro perubahan (Change) akan terus melakukan terobosan-teroboson, lompatan-lompatan yang berarti terhadap setiap upaya dan tindakan dalam kehidupan sehari-harinya yang dilakukannya untuk perbaikan, kesempurnaan dan kecemerlangan hidup pribadinya, masyarakat, daerahnya, negara dan lingkungan sekitarnya. Dia tak akan berhenti dan terus bersemangat melakukannya, tak ada yang bisa menghentikan langkahnya. Karena apa yang dilakukannya tidak akan merugikan pihak lain, bukan merupakan penyelewengan. SMS yang dikirimkan dan dimuat GP hanyalah masukan untuk perbaikan, tidak menjadikannya ragu-ragu untuk bertindak. Pak Fadel saja tidak alergi terhadap SMS. Malahan sekarang Presiden SBY juga membuka layanan SMS menerima keluhan masyarakat. SMS siapa takut ???
Artikel ini dimuat tanggal 6 Juli 2005 di Harian Gorontalo Post

Monday, August 28, 2006


KAPANKAH MASYARAKAT MISKIN
DI PROVINSI GORONTALO MERDEKA ?
Oleh : Yosef P. Koton


Mendengar dan merasakan langsung kata merdeka, siapa saja orangnya akan merasa bergembira, rileks dan bahagia. Misalkan saja seorang PNS begitu melihat jam di HP nya menunjukkan pukul 16.15 dia akan berkata habis kontrak, merdeka dari urusan pekerjaan kantor, pulang ke rumah menemui isteri/suami dan anak-anaknya. Contoh yang lebih konkrit lagi tentang kata merdeka ini adalah seorang yang barusan dibebaskan dari penjara. Dia akan menikmati betul-betul kemerdekaannya tersebut sebagai sebuah anugerah yang tak ternilai harganya setelah sekian lamanya dia tak bebas menikmati hidupnya di penjara.

Dalam sejarah Gorontalo, merdeka ini sudah dirasakan, dialami sebanyak 3 kali. Merdeka yang pertama dirasakan pada 23 Januari 1942 pada saat masih dalam penjajahan Belanda, merdeka yang kedua pada 17 Agustus 1945 saat kemerdekaan Indonesia yang sekarang ini sementara dirayakan dan merdeka yang ketiga pada tanggal 16 Pebruari 2001 saat lepas dari Propinsi Sulawesi Utara menjadi sebuah Provinsi baru di Indonesia. Dari segi umur, merdeka yang dirasakan, dialami masyarakat Gorontalo sudah berumur 64 tahun. Kalau umur manusia ini berarti sudah termasuk tua (manula). Orang Gorontalo yang hidup dan merasakan merdeka yang pertama pada 23 Januari 1942 mungkin saat ini tidak ada lagi. Demikian pula orang Gorontalo yang merasakan merdeka yang kedua pada 17 Agustus 1945 juga mungkin sudah tidak ada lagi. Orang Gorontalo yang hidup sekarang adalah turunan yang pertama, kedua bahkan mungkin yang ketiga dan keempat dari generasi terdahulu yang merasakan merdeka pertama dan kedua. Generasi yang sekarang ini berhasil mengulangi sejarah dari generasi terdahulu, yang sudah tidak ada tersebut dengan kembali memerdekan diri sebagai sebuah Provinsi baru.

Dengan tiga kali merasakan, mengalami langsung merdeka ini yang menjadi pertanyaan apakah seluruh masyarakat Gorontalo sudah merasakan, menikmati buah, hasil kemerdekaan tersebut? Yang dengan susah payah telah diperjuangkan oleh generasi terdahulu, yang sudah tidak ada tersebut? Ternyata jawabannya belum seluruh masyarakat merasakan merdeka karena sebagian masyarakat Gorontalo masih terbelenggu dengan kemiskinan yang dideritanya.

Pada saat Gorontalo dimerdekakan dari Propinsi Sulawesi Utara oleh para pejuang Provinsi pada tanggal 16 Pebruari 2001, masyarakat Gorontalo yang miskin masih sebanyak 72 % menurut data BKKBN, setelah 5 tahun kemudian Provinsi Gorontalo berjalan pada tahun 2006 ini sudah semestinya BKKBN kembali mengeluarkan data, apakah yang miskin masih sebanyak itu atau sudah menurun ?

Dengan indikator yang berbeda dengan BKKBN, data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2001, masyarakat Gorontalo yang miskin sebanyak 29,74 % atau sebanyak 253.000 orang dan 5 tahun setelah itu tahun 2005, menurut BPS masyarakat Gorontalo yang miskin menurun menjadi 29,68 % atau sebanyak 282.272 orang. Inilah warga masyarakat Gorontalo yang dikatakan belum merdeka yang sangat mengharapkan adanya pejuang-pejuang kemiskinan untuk memerdekakan mereka dari kemiskinan yang membelunggu dan menjerat mereka.

Dari evaluasi yang terukur sejak Provinsi Gorontalo terbentuk 5 tahun yang lalu dari pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan ternyata hanya dapat menurunkan orang miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 0,06 %, sedangkan dari jumlah orang miskin malahan bertambah sebanyak 29.272 orang. Pertambahan ini akibat total jumlah penduduk yang juga ikut bertambah. Padahal melihat total anggaran yang dikucurkan ke Provinsi Gorontalo baik dari APBN dan APBD selama 5 tahun yang lalu sejak dari tahun 2001 sampai dengan 2006 ini sudah sebesar Rp 8,13 Trilyun atau rata-rata setiap tahun sebesar Rp 1,355 Trilyun atau setiap bulan rata-rata sebesar Rp 113,72 Milyar. Jadi dengan anggaran sebesar itu ke Provinsi Gorontalo hanya dapat memerdekakan, menurunkan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 0,06 % selama 5 tahun dengan jumlah masyarakat miskin malahan bertambah sebanyak 29.272 orang selama 5 tahun sehingga menjadi sebanyak 282.272 orang.

Dari kenaikan jumlah masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo selama 5 tahun terakhir menunjukkan ketidak efektifan dan ketidak efisienan anggaran dan program dalam memerdekakan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo. Bukan hanya pada tataran pemerintah Provinsi Gorontalo tetapi juga pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Padahal salah satu indikator yang turut diperhitungkan Pemerintah pusat untuk mengucurkan besarnya anggaran ke suatu daerah adalah dalam rangka memerdekakan masyarakat miskin dari kemiskinan yang dideritanya.

Banyak program disertai dengan anggaran yang besar yang ditunjukkan untuk memerdekakan masyarakat miskin. Misalnya dari program pemerintah pusat seperti; PKPS-BBM bidang pendidikan, kesehatan, PU, perhubungan dan bantuan sosial dan lain-lain, juga dari program daerah seperti Mahyani dan bantuan sosial lainnya. Tetapi ternyata program dan anggaran selama 5 tahun ini tidak dapat menurunkan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo.

Mengapa program pusat dan daerah ini tidak dapat memerdekakan masyarakat miskin dari kemiskinan yang dideritanya ? Sebab program-program tersebut tidak mengena, tepat pada sasaran dan targetnya yaitu masyarakat miskin. Tetapi yang menikmatinya adalah bukan masyarakat miskin itu sendiri. Misalnya beras miskin, karena masyarakat miskin tidak memiliki uang untuk menebus beras tersebut maka kuponnya dijual kepada orang yang bukan miskin. Demikian pula dengan program lainnya untuk masyarakat miskin dibidang pendidikan, kesehatan, PU, Sosial, BLT dan lain-lainnya tidak tepat mengena pada sasaran karena banyak masyarakat yang tidak termasuk kelompok masyarakat miskin mengaku-ngaku, menyatakan dirinya miskin.

Oleh karena itu pada grand strategi yang kedua pembangunan Provinsi Gorontalo 5 tahun yang kedua perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap program-program yang dilakukan yang lebih ditujukkan untuk memberdayakan masyarakat miskin dengan target dan sasarannya terukur. Misalkan dalam 5 tahun yang akan datang ditargetkan 100.000 orang masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo dimerdekakan, dientaskan dari kemiskinan. Sehingga setiap tahun masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo berkurang 20.000 orang. Oleh karena itu untuk mencapai target 20.000 orang setiap tahun tersebut dibuatkan program yang jelas dengan target atau sasaran yang juga jelas.

Dalam memerdekan masyarakat dari kemiskinan kata kuncinya adalah dengan membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya. Dengan mereka bekerja dan memperoleh penghasilan yang layak maka dengan sendirinya mereka akan merdeka dari jeratan kemiskinan yang dialaminya. Persoalannya masyarakat miskin ini juga berpendidikan yang rendah. Oleh karena itu pekerjaan yang sesuai untuk mereka adalah pekerjaan yang lebih mengandalkan otot yang tidak memerlukan ketrampilan khusus. Lebih baik lagi kalau pekerjaan yang dilakukannya adalah usahanya secara mandiri yang kemudian dikaji apa yang menghambat sehingga tidak berkembang dan setelah itu dibantu sehingga usaha yang dilakukan masyarakat miskin menjadi maju.

Upah minimum regional (UMR) sudah selayaknya dinaikan sehingga pekerja menerima imbalan yang layak. Dengan demikian para pekerja tidak akan menambah jumlah masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo. Kenaikan UMR ini merupakan kontribusi dari para pengusaha/kontraktor didalam memerangi kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Sudah selayaknya dibuat peraturan bahwa keuntungan perusahaan jangan terlalu berbeda jauh dengan upah para pekerja.

Apabila dalam pembangunan Provinsi Gorontalo tahap kedua, 5 tahun yang akan datang (tahun 2007 – 2012) difokuskan pada memerdekakan, mengentaskan masyarakat miskin sebanyak 100.000 orang, maka berarti masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo seluruhnya akan merdeka pada pembangunan Provinsi Gorontalo tahap keempat yaitu pada 15 tahun yang akan datang yaitu tahun 2022. Pada tahun inilah barulah seluruh masyarakat Gorontalo benar-benar menikmati hasil perjuangan pejuang-pejuang pembentuk Provinsi Gorontalo. Kecepatan memerdekakan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo tergantung dari kegigihan para pejuang pembebas kemiskinan di bumi lo hundlalo.

Sungguh ironis, bermilyar-milyar anggaran untuk memerdekakan orang miskin, tetapi kenyataannya jumlah masyarakat miskin tidak berkurang malahan bertambah. Bukannya masyarakat miskin yang membangun rumah baru, membeli mobil baru tetapi hanya masyarakat yang bukan miskin. Atiolo posabari mola ju, bu duai mola timongoliyo salamati dunia wau akherati.

Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kab. Gorontalo
Artikel ini dimuat tanggal 16 - 17 Agustus 2006 di Harian Gorontalo Post
BIROKRASI
Oleh : Yosef P. Koton
Staf Bapppeda Provinsi Gorontalo


Birokrasi menjadi topik utama yang cukup menarik untuk dibicarakan di Provinsi Gorontalo karena konsekwensi dengan terbentuknya daerah otonom baru seperti Provinsi Gorontalo sendiri yang baru berusia 5 tahun, Kabupaten Boalemo, Kabupaten Pohuwato, Kabupaten Bone Bolango dan rencananya Kabupaten Gorontalo Utara. Dengan terbentuknya daerah-daerah otonom baru ini berakibat memerlukan pegawai pemerintah (Birokrat) dalam jumlah yang cukup banyak. Dipihak lain dalam menduduki jabatan dalam daerah otonom baru tersebut memerlukan persyaratan pangkat tertentu. Oleh karena itu direkrutlah PNS yang berasal dari Perguruan Tinggi dan juga ada permohonan dari guru untuk berpindah menjadi birokrat.

Ketika para guru ini dilantik menduduki jabatan dalam birokrasi maka bermuncullah SMS dalam Harian Gorontalo yang memprotes atau meragukan kompotensi dari para guru tersebut dalam menjalankan kepemimpinannya. Dilain pihak Provinsi Gorontalo sendiri sekolah-sekolahnya kekurangan guru, sedangkan guru-guru yang beralih ke birokrat ini sebagian dikenal di sekolahnya sebagai guru-guru yang berkualitas mengajar di depan kelas. Juga banyak mantan Kepala sekolah. Apakah alasan para guru ini beralih ke birokrat disebabkan untuk meningkatkan kesejahteraan? Atau kejenuhan berhadapan setiap hari dengan murid? Hal ini perlu diadakan penelitian khusus. Dan juga perlu didata sudah berapa banyak guru yang sudah beralih menjadi birokrat di Provinsi Gorontalo.

Bukan hanya guru dan dosen saja yang akan menjalani aktifitas barunya sebagai birokrat di Provinsi Gorontalo juga para pegawai yang baru, para pelamar PNS bahkan Kepala Daerah yang berlatar belakang swasta pun dalam kesehariannya yang akan datang akan bergelut dengan yang namanya birokrasi.

Behasilkah mereka menjadi birokrat yang handal ? Penentunya adalah waktu. Di Tingkat Nasional banyak contoh person yang berhasil dalam birokrasi yang berasal dari swasta, militer, birokrat itu sendiri maupun dari perguruan tinggi. Tetapi tidak sedikit juga yang mengalami kegagalan. Contohnya Dosen dari Universitas Indonesia (UI), Mulyana Kusumah dan Nazarudin Syamsudin yang berakhir duka dipenjara.

Apakah itu birokrasi ? Pertama perlu diberikan penjelasan terhadap adanya kesalahpahaman umum bahwa pengertian birokrasi diberikan kepada hal-hal seperti jika seorang ingin mendapatkan informasi tertentu dikirim dari pejabat satu kepada pejabat yang lain, tanpa mendapatkan informasi yang diinginkan. Demikian pula keharusan pengisian formulir-formulir dalam enam lembar atau lebih. Sehingga birokrasi dihubungkan dengan kemacetan-kemacetan administrasi atau tidak adanya efisiensi. Padahal pengertian birokrasi yang sebenarnya bukan itu. Birokrasi dimaksudkan untuk mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh banyak orang. Birokrasi adalah tipe dari suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas-tugas administratif yang besar dengan cara mengkoordinir secara sistematis (teratur) pekerjaan dari banyak orang. Dalam suatu perumusan lain dikemukakan bahwa birokrasi adalah tipe organisasi yang dipergunakan pemerintahan modern untuk pelaksanaan berbagai tugas-tugasnya yang bersifat spesialisasi, dilaksanakan dalam sistem administrasi dan khususnya oleh aparatur pemerintah (Tjokroamidjoyo, Bintoro, 1988).

Menurut (Blau dan Page, 1956) birokrasi justeru untuk melaksanakan prinsip-prinsip organisasi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi administratif, biarpun kadangkala dalam pelaksanaannya birokratisasi akibatnya seringkali malahan kurang adanya efisiensi.

Salah seorang pemikir pertama mengenai konsep birokrasi adalah Max Weber. Menurutnya ciri-ciri utama dari struktur birokrasi didalam tipe idealnya adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan-kegiatan reguler yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi dibagi dalam cara yang tertentu sebagai tugas-tugas jabatan. Pembagian kerja yang jelas ini memungkinkan untuk mengerjakan tenaga-tenaga spesialisasi dalam tiap jabatan, dan membuat mereka bertanggung jawab untuk pelaksanaan efektif dari tugasnya tersebut.

2. Pengorganisasian jabatan-jabatan mengikuti prinsip hirarki, yaitu jabatan yang lebih rendah berada dibawah pengawasan atau pimpinan dari pada jabatan yang lebih atas. Setiap pejabat didalam hirarki administratif ini dapat diminta pertanggungan jawabnya oleh atasannya mengenai keputusan atau kegiatan pejabat yang dibawah pimpinannya itu. Supaya ia dapat memimpin bawahan, seseorang mempunyai kewenangan atas bawahan tersebut, yaitu mempunyai hak untuk mengeluarkan petunjuk/instruksi dan bahwa atas kewenangan itu, bawahan diminta kesediaannya untuk menuruti. Kewenangan tersebut hanyalah terbatas kepada pemberian petunjuk/instruksi yang relevan dengan tugas atau fungsi jabatan. Penggunaan dari prerogatif status untuk memperluas kekuasaan terhadap bawahan tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan pelaksanaan kewenangan birokratis yang sah (legitimate).

3. Operasi-operasi atau pelaksanaan kegiatan, dikendalikan oleh suatu sistim peraturan yang konsisten dan pelaksanaan dari pada peraturan-peraturan ini terhadap kejadian atau kasus kasus tertentu. Sistim dari standar ataupun peraturan-peraturan ini dimaksudkan untuk menjamin adanya keseragaman pelaksanaan setiap tugas dan kegiatan, tanpa melihat jumlah orang yang terlibat didalamnya, serta untuk koordinasi berbagai tugas. Peraturan atau tata cara tersebut juga memberikan pembatasan wilayah tanggung jawab setiap anggota organisasi dan hubungan antar mereka. Pelaksanaan kegiatan yang mendasarkan diri kepada peraturan atau standar-standar tersebut dipakai untuk jabatan-jabatan di tingkat bawah yang bersifat rutin, tetapi juga untuk jabatan-jabatan tinggi ada standar untuk menjadi dasar pelaksanaan kegiatannya.

4. Pejabat yang ideal dalam sesuatu birokrasi melaksanakan kewajiban didalam semangat formil non pribadi. Artinya tanpa perasaan simpati atau tidak simpati. Supaya standar-standar rasional dapat berjalan dalam pelaksanaan kegiatan tanpa gangguan pertimbangan yang bersifat pribadi, maka suatu pendekatan yang non pribadi harus berlaku didalam suatu organisasi dan terutama kepada pelanggan. Dengan menghilangkan pertimbangan yang bersifat pribadi didalam urusan jabatan berarti suatu pra kondisi untuk sikap tidak memihak dan juga untuk efisiensi. Dan sebetulnya hal ini adalah untuk keuntungan mereka yang dilayani. Dengan sikap pelayanan yang sama berarti juga membina demokrasi dalam administrasi.

5. Penempatan kerja didalam organisasi birokrasi didasarkan pada kualifikasi teknis dan dilindungi terhadap pemberhentian sewenang-wenang. Didalam suatu organisasi birokrasi, penempatan kerja seorang pegawai didasarkan atas karir. Ada sistem promosi, entah atas dasar senioritas atau prestasi atau kedua-duanya. Kebijaksanaan kepegawaian demikian dimaksudkan untuk meningkatkan loyalitas kepada organisasi dan tumbuhnya jiwa korps diantara para anggotanya. Identifikasi anggota organisasi dengan organisasinya merangsang mereka mengusahakan tujuan dan kepentingan organisasi secara lebih baik.

6. Pengalaman menunjukkan bahwa tipe birokrasi yang murni dari suatu organisasi administrasi dilihat dari penglihatan teknis akan dapat memenuhi efisiensi tingkat tertinggi. Mekanisme birokrasi yang berkembang sepenuhnya akan lebih efisien dari pada organisasi yang tidak seperti itu atau yang tidak jelas birokrasinya. Birokrasi memecahkan masalah oraginsasi yang utama, yaitu memaksimalkan efisiensi organisasi dan bukan dari masing-masing anggota organisasi tersebut. Untuk inilah maka diperkembangkan spesialisasi dan pengadaan serta penempatan kerja pegawai atas dasar kualifikasi teknis.

Birokratisasi dapat menjadi kekuatan yang baik untuk pertumbuhan sebagai hasil pelaksanaan kegiatan yang efisien, tetapi juga dapat menjadi alat yang menghambat perubahan-perubahan. Dalam hal ini memang birokrasi dapat berkembang kearah salah satu dari antaranya. Birokrasi dapat menghambat perubahan sosial, jika yang lebih menonjol adalah apa yang oleh Blau dan Page disebut sebagai sikap ritualis. Sikap birokrasi disini adalah memperkembangkan standar dan prosedur tata kerja dan memperinci kewenangan secara detail, kemudian dijadikan sesuatu yang rutin dan dilaksanakan secara ketat. Tidak ada bagi sesuatu kebijaksanaan administratif yang mungkin sedikit menyimpang, tetapi memberikan pemecahan masalah. Melaksanakan kegiatan berdasarkan standar maupun aturannya menjadi tujuan, dan bukan alat untuk mencapai sesuatu tujuan administratif. Seringkali hal ini terkait erat dengan disiplin pelaksanaan kerja sesuai dengan wilayah kewenangan masing-masing. Karena para anggota birokrasi kemudian hanya merupakan bagian dari mesin yang ketat, seringkali juga menumpulkan inisatif dan gagasan baru. Keadaan seperti ini tidak akan sesuai dengan kebutuhan proses perubahan sosial yang cepat, atau tidak memberikan dorongan bagi usaha perubahan dimana standar-standar serta aturan-aturan rutinnya itu sendiri perlu terus menerus disempurnakan.

Dilain pihak birokrasi dapat menjadi alat bagi pembaharuan. Hal ini terlaksana, jika tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan bagi suatu strategi pembaharuan dan pembangunan. Kecuali itu elite birokrasi bersikap mudah menerima pemikiran-pemikiran pembaharuan dan pembangunan. Dengan demikian birokrasi adalah suatu alat untuk dapat merealisir pembangunan sosial ekonomi. Karena bagaimanapun juga, tujuan-tujuan perubahan tersebut didalam masyarakat modern perlu dilembagakan dalam bentuk birokrasi. Kemudian dengan adanya perkembangan apa yang disebut teknorasi, maka birokrasi mendapatkan darah baru dalam bentuk penggunaan teknologi ilmu untuk memanipulir proses perubahan dan pembangunan yang dilembagakan dalam birokrasi.

Mewiraswastakan birokrasi seperti yang terjadi di Amerika Serikat adalah bentuk pembaharuan birokrasi yang merupakan sumbangan pemikiran dari David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya yang berjudul Reinventing Govermenment. Berdasarkan pemikiran mereka, pemerintahan Amerika Serikat merasa perlu membuat suatu Pembaharuan (perestroika) terutama di sektor birokrasi. Menurut pandangan masyarakatnya, beberapa kondisi pemerintahan di Amerika Serikat perlu ditata ulang. Hal ini nampaknya merupakan sesuatu pemikiran yang berani, karena selama ini banyak yang memandang bahwa pemerintahan merupakan sesuatu yang konstan, sesuatu yang tidak berubah. Namun dalam kenyataannya pemerintah secara konstan berubah.

David dan Ted memberikan suatu peta yang meliputi 10 prinsip yang sederhana dan terstruktur. Kesepuluh prinsip ini bagi David dan Ted bukanlah sebagai kata akhir mengenai pemerintahan yang di tata ulang melainkan merupakan suatu konsep dasar. Kesepuluh prinsip tersebut adalah : 1). Pemerintahan berorientasi pelanggan, 2). Pemerintahan beroirentasi misi, 3). Pemerintahan yang tanggap, 4). Pemerintahan berorientasi hasil, 5) Pemerintahan yang kompotetif, 6). Pemerintahan yang berjiwa wirausaha, 7). Pemerintahan yang desentralisasi, 8). Pemerintahan milik masyarakat, 9). Pemerintahan katalis, 10). Pemerintahan berorientasi pasar.

Didalam kenyataannya birokrasi pemerintahan didalam negara-negara yang relatif kurang maju seringkali ditunjukan tidak kepada usaha pencapaiaian tujuan-tujuan secara teratur, tetapi untuk tujuan-tujuan yang lebih bersifat pribadi ataupun kepentingan kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu hal ini jangan sampai terjadi pada Provinsi Gorontalo yang baru berusia 15 kali penanaman Jagung. Birokrasi di daerah ini harus dikawal agar tetap pada rel yang sebenarnya untuk percepatan pembangunan Provinsi Gorontalo. Sehingga diharapkan Provinsi ini pada beberapa puluh tahun yang akan datang kalau bisa setidak-tidaknya pembangunannya akan dapat menyerupai pembangunan di Singapura yang menjadi tujuan studi banding anggota DPRD dari berbagai daerah di Indonesia.
Artikel ini, tanggal 30 Oktober - 1 Nopember 2006 dimuat di Harian Gorontalo Post





ABOUT ME
  1. 1. Nama : Ir. Yosef P. Koton, M.Si
    Tempat dan Tanggal Lahir : Desa Luhu, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, 26 Desember 1965
  2. Isteri : Ramang W. Mayulu
    Tempat dan Tanggal Lahir : Gorontalo, 10 Mei 1973

3. Menikah : Gorontalo, 16 April 1995

4. Anak :

  • Nurwan Pati Koton (Arif)
    Tempat dan Tanggal Lahir : Gorontalo, 15 Januari 1996
  • Nursan Yusuf Koton (Sendy)
    Tempat dan Tanggal Lahir : Gorontalo, 25 September 2005

5. Family :

  • Ayah : Paulus P. Koton
    Tempat dan Tanggal Lahir : Flores, 5 Januari 1935
  • Ibu : Maryam Habibie
    Tempat dan Tanggal Lahir : Gorontalo, 10 Pebruari 1937
  • Kakak :
  1. Sulastri P. Koton
  2. Kartin Paulus
  • Adik :

  1. Fernandes P. Koton
  2. Agus P. Koton
  3. Suleman Habibie

6. Pendidikan :

  • SD : Negeri 1 Bulila, Tahun 1971 - 1977
  • SLTP : Negeri 1 Telaga, Tahun 1978 - 1981
  • SLTA : Negeri 1 Gorontalo, Tahun 1981 - 1984
  • Perguruan Tinggi (S1) : Universitas Sam Ratulangi, Manado,
    ( Sosial Ekonomi Pertanian ), Tahun 1984 - 1989
    (S2) : Universitas Hasanuddin, Makassar
    ( Administrasi Pembangunan ), Tahun 2002 – 2004
  • Mahasiswa S3 Administrasi Publik, Universitas Negeri Makassar, 2007 sd Sekarang

7. Riwayat Pekerjaan :

  • Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan DKI Jakarta, Tahun 1989 – 1991
  • Staf Yayasan SADAGORI, Sukabumi (Jabar) Tahun 1991
  • Tenaga Pengembangan Masyarakat dari Proyek Participatory Development Forum, Semarang (Jateng), Tahun 1992
  • Staf Yayasan Bina Taruna Tani Indonesia, Jakarta, Tahun 1993
  • Tenaga Honorer Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Gorontalo,Tahun 1994 - 1996
  • Staf Pengajar Sekolah Menengah Teknologi Pertanian Gorontalo, Tahun 1994– 1998
  • Kepala Sub Seksi Perekonomian & Distribusi pada Kantor Camat Paguyaman, Tahun 1998 - 1999
  • Penjabat Kepala Desa Tangkobu, Kecamatan Paguyaman, Tahun 1998 – 2000
  • Kepala Seksi Ekonomi Bappeda Kabupaten Boalemo, Tahun 2000 – 2001
  • Kepala Sub Bidang Pengembangan Kawasan Statistik & Pelaporan Bapppeda Provinsi Gorontalo, Tahun 2001 – 2002
  • Kepala Sub Bidang Analisa & Evaluasi Bapppeda Provinsi Gorontalo, Tahun 2002 – sd Agustus 2007
  • Kepala Sub Bagian Program Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Penanggulangan Kemiskinan (BPMD PK) Provinsi Gorontalo, Agustus 2007 sd Sekarang


8. Pendidikan dan Pelatihan :

  • Komputer, EIMAC, Jakarta, Tahun 1990
  • Dasar-dasar Manajemen Pemasaran I, IPPM, Jakarta, Tahun 1991
  • Dasar-dasar Manajemen Pemasaran II, IPPM, Jakarta, Tahun 1991
  • Kader Penggerak Pembangunan Nasional, Menpora, Sukabumi, Tahun 1992
  • Volunteer Development Programme, PDF, Cimanggis, Tahun 1992
  • Bahasa Inggris, Menpora, Jakarta, Tahun 1992
  • Kepemimpinan Bagi Pemuda Tkt Nasional Angkatan XXIX, Menpora, Jakarta, Tahun 1993
  • Kewaspadaan Nasional Bagi Pemuda Tkt Nasional, Menpora, Jakarta, Tahun 1994
  • Pemanduan Penyelenggaraan Bursa Kerja Khusus, Depnaker, Manado, Tahun 1997
  • Perencanaan Partisipatif, Pemkab, Limboto, Tahun 1997
  • Pra Jabatan, LAN, Manado, Tahun 1999
  • Kader Pembinaan Lingkungan Hidup, Pemkab, Limboto, Tahun 2000
  • Pengelolaan Administrasi Pembangunan, Pemkab, Limboto, Tahun 2000
  • ADUM, Diklat Sulut, Tilamuta, Tahun 2000
  • Penyusunan Neraca Sumber Daya Alam, Bakosurtanal, Kota Gorontalo, Tahun 2001
  • Apresiasi Statistik, BPS, Kota Gorontalo, Tahun 2002
  • Development Planning, JICA, Manado, Tahun 2002
  • Renstra Dinas, Balitbang Depdagri, Jakarta, Tahun 2003
  • LAKIP, Biro Hukum, Kota Gorontalo, Tahun 2003
  • Pengembangan Budaya Kerja Modul I, II, III, Menpan, Kota Batu, Malang, Tahun 2004
  • Bintek Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa, Biro Pembangunan, Kota Gorontalo, Tahun 2005
  • Bintek Statistik Perencanaan Pembangunan Daerah, Dirjen Bina Bangda Depdagri, Jakarta, Tahun 2005
  • Workshop Penyusunan Standar Kompotensi Jabatan Struktural, BAKN,Kota Gorontalo, Tahun 2005
  • LAKIP II, Menpan, Kota Gorontalo, Tahun 2006
  • Diklat Monitoring dan Evaluasi Program Bridge, Universitas Tadulako, Kota Gorontalo, Tahun 2006
  • Bintek Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja, Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan PP No. 58 Tahun 2005, PP No. 8 Tahun 2006, dan Permendagri No. 13 Tahun 2006 sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan, PSIK dan Badiklat Depkeu, Jakarta, Tahun 2006
  • Diklat Fasilitasi Pemberdayaan Masyarakat Desa, Lombok, Mataram, NTB, September 2007

9. Pengalaman Organisasi :

  • Ketua II, FKSP3 (Forum Komunikasi Sarjana Penggerak Pembangunan Pedesaan DKI Jakarta), Tahun 1991 – 1992
  • Sekretaris Jenderal, FKP4 (Forum Komunikasi Pemuda Pelopor dan Penggerak Pembangunan Nasional), Tahun 1993 - 1994
  • Ketua Karang Taruna Desa Luhu, Kecamatan Telaga, Tahun 1995 – 2000
  • Ketua Takmirul Masdjid Desa Luhu, Kecamatan Telaga, Tahun 1998 - 2000
  • Ketua Klub Bulutangkis PB. Djarum Hulawa, Tahun 2005 – 2009
  • Ketua Bidang LITBANG PENGCAB PBSI Kabupaten Gorontalo, Tahun 2005 – 2009
  • Ketua 1 IKKF (Ikatan Kerukunan Keluarga Flobamora (Flores, Sumba, Timor, Alor)) Provinsi Gorontalo, Tahun 2005 – 2008
  • Ketua Bidang Ekonomi dan Lingkungan Hidup AP3G (Aktifis Pembentukan dan Pengawal Provinsi Gorontalo)


10. Artikel :

  • Pendekatan Kesejahteraan Aparat Desa, Gorontalo Post, Nopember 2000
  • Percepatan Pembangunan, Menunggu DPRD Boalemo, Gorontalo Post, Juni 2000
  • Prospek Peningkatan PAD Boalemo , Gorontalo Post, 7 September 2000
  • Peningkatan PAD Butuh Investor, Gorontalo Post, 30 Desember 2000
  • Bencana Banjir Dari Perspektif Agama, Gorontalo Post,
  • Matoduwolo Pejabat Gubernur Lo Hulondhalo, Gorontalo Post, 15 Pebruari 2001
  • Tingkat Pendidikan Penduduk Provinsi Gorontalo Rata-rata Tamat Sekolah Dasar, Gorontalo Post, 4 Mei 2001
  • Merenung 100 Hari Keberadaan Provinsi Gorontalo,
  • Pembangunan Wilayah Perbatasan dan Judi, Gorontalo Post,
  • Selamat Jalan Pak Tursandi, Gorontalo Post, 27 September 2001
  • Satu Tahun Kepemimpinan Fadel Gusnar, Gorontalo Post
  • SDM Gorontalo Bermasalah, Gorontalo Post
  • Pembangunan Berkelanjutan Ditinjau dari Aspek Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Gorontalo Post,
  • Pengembangan Budaya Kerja di Provinsi Gorontalo, Gorontalo Post,10Januari 2005
  • Awas Penyakit AIDS Telah Masuk Ke Provinsi Gorontalo, Gorontalo Post,7 Maret 2005
  • Keagungan Pakaya, Gorontalo Post, 15 Maret 2005
  • Peran Mindsetting Dalam Pengembangan Budaya Kerja Aparatur, 6 April 2005
  • Urgensi Data Statistik Dalam Penyusunan Visi dan Misi Calon Kepala Daerah, Gorontalo Post, 3 Mei 2005
  • SMS (Saya Mungkin Salah), Gorontalo Post, 6 Juli 2005
  • Birokrasi, Gorontalo Post, 30 Oktober- 1 Nopember 2006
  • Awasi Banjir, Gorontalo Post, 11 – 12 Juli 2006
  • Kapankah Masyarakat Miskin di Provinsi Gorontalo Merdeka?, Gorontalo Post, 16 – 17 Agustus 2006
  • 7 Hal Aktual Menjadi PR Gubernur Gorontalo 2006 - 2011, Gorontalo Post, 25 - 28 Nopember 2006


11. Alamat Rumah : Jl. Pilohayanga Km 7, No. 415 C, Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, HP 081944038298


12. Alamat Kantor : Jl. Sapta Marga, Kelurahan Botu, Kota Timur, Kota Gorontalo, Telp. (0435) 831586, Fax 831587


13. Email : notokfesoy@yahoo.com

Thursday, August 24, 2006

AWASI BANJIR
Oleh : Yosef P. Koton

Pagi hari Senin, 26 Juni 2006 pukul 06.11 Wita, kebetulan saya berada di luar daerah dikagetkan bunyi SMS, lebih terperanjat lagi saya membaca isinya sebagai berikut : “ Pak, ada banjir sedalam 3 Meter di tempat kontrakan saya di kampung Bugis, saya tinggal pakaian di badan, semua barang-barang tidak dapat diselamatkan”

Mengapa banjir ini terjadi ? pertanyaan ini selalu muncul saat musibah ini terjadi. Berbagai jawaban cerdas muncul saat itu. Salah satunya adalah hutan dibagian hulu dan daerah aliran sungai (DAS) semakin gundul. Jawaban cerdas ini berlalu dengan semakin surutnya air banjir serta bekas dan tanda-tanda adanya banjir mulai menghilang. Ada tindakan sedikit yang menghibur dilakukan untuk penanggulangan banjir tetapi itu tidak terlalu signifikan mengatasi banjir yang datang pada siklus waktu tertentu akibat tingginya curah hujan.

Puluhan Milyar bahkan ratusan milyar anggaran penghijauan yang merupakan input dari kegiatan penghijauan, tetapi lihatlah apa yang terjadi di lapangan. Ada berapa puluhkah tanaman penghijauan yang tumbuh (outcome) dari output terlaksananya penanaman tanaman penghijauan ? Outcome atau kinerja dari yang menangani sektor kehutanan adalah tumbuhnya tanaman penghijauan yang ditanam dan lestarinya hutan. Perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kinerja dari yang menangani sektor kehutanan yaitu tumbuhnya tanaman penghijauan yang ditanam sejak Provinsi Gorontalo berdiri dari tahun 2001 sampai dengan tahun sekarang ini (2006). Dari hasil evaluasi akan memberikan masukan yang sangat berharga, apakah program dalam pelaksanaan penghijauan ini akan diteruskan atau diganti dan selanjutnya diadakan perbaikan sehingga mengurangi matinya tanaman penghijauan yang ditanam.

Bukan hanya instansi pemerintah yang paling bertanggung jawab terhadap penggundulan hutan, pihak masyarakat pun harus disadarkan tentang bahaya penebangan pohon di daerah bagian hulu dan DAS. Pemakaian mesin penebang pohon oleh masyarakat perorangan perlu ditertibkan. Disinyalir mesin ini dapat menebang kurang lebih 20 Pohon perhari. Hitung saja apabila mesin ini dimiliki oleh 100 Orang, maka 2000 pohon tanaman yang ditebang setiap hari di Provinsi Gorontalo, perbulan 60.000 pohon yang ditebang dan setahun 21.900.000 pohon yang ditebang. Dengan banyaknya pohon yang ditebang ini bagaimana mungkin hutan dibagian hulu dan DAS tidak menjadi gundul ?

Penebangan pohon dengan mesin yang menjadi-jadi dan pengolahan tanah dengan melakukan pembakaran oleh masyarakat diperparah oleh lemahnya pengawasan aparat penjaga hutan yang memang tugas pokok dan fungsinya untuk mengawasi penebangan dan pembakaran hutan. Disinyalir petugas hanya bertugas dipinggir hutan dan bahkan ada yang hanya bertugas didalam kantor. Lebih menyedihkan lagi jumlah aparat penjaga hutan ini sedikit tetapi sebagian aparat penjaga hutan ini sudah beralih status menjadi pegawai Pemda. Kedepan untuk mengatasi penggundulan hutan dibagian hulu; di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, DAS Bone, DAS Bolango, DAS Paguyaman dan DAS yang ada di Pohuwato perlu dilakukan upaya pembenahan kembali dan penguatan aparat penjaga hutan, sehingga hutan di Provinsi Gorontalo akan terhindar dari penebangan, pencurian dan pembakaran yang tidak bertanggungjawab.

Hak pengelolaan Hutan (HPH) oleh Swasta di Provinsi Gorontalo sudah saatnya tidak diberikan lagi ijin untuk beroperasi. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di Provinsi Gorontalo akan kayu sudah selayaknya yang melakukannya adalah Pemda dalam hal ini dilakukan oleh BUMD dengan koordinasi dan pengawasan yang ketat dari Dinas Kehutanan. Dengan demikian pohon yang ditebang adalah dipilih sudah berdiameter tertentu dengan jarak tertentu dan sekaligus dengan mengadakan penanaman kembali. Apabila ini dilakukan maka hutan di Provinsi Gorontalo akan lestari dan memberikan dampak ekonomi yang besar bagi kemajuan pembangunan di Provinsi Gorontalo serta menjauhnya bencana banjir dari bumi duluo limo lo pahalaa.

Hutan kota seyogyanya salah satu arealnya adalah sepanjang bantaran DAS Bone dan DAS Bolango serta DAS-DAS lainnya yang ada di Provinsi Gorontalo. Jaraknya kurang lebih 20 Meter di kiri dan 20 Meter di kanan sepanjang DAS. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri PU yang melarang pembangunan fisik dekat bantaran DAS. Peraturan Pemerintah ini harus ditegakkan mulai dari sekarang. Kalau Peraturan Menteri ini dirasakan belum cukup kuat melarang penduduk membangun dekat bantaran sungai maka perlu dibuatkan Perdanya. Bagi penduduk yang sudah terlanjur menempati bantaran DAS dicarikan solusinya agar penduduk tersebut dapat dipindahkan ketempat yang lain. Sedangkan yang baru berencana membangun dibantaran DAS sudah sepatutnya segera dilakukan pelarangan. Upaya ini dilakukan untuk mencegah secara dini kerugian yang akan diderita penduduk akibat meluapnya air sungai.

Pemecahan masalah banjir ini salah satu kata kuncinya adalah penghijauan kembali pada daerah hulu dan sepanjang DAS. Penghijauan yang selama ini dilakukan perlu ditata ulang kembali dengan melibatkan berbagai stakeholder yang benar-benar peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo dengan tidak ada kecenderungan mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan-kegiatan penghijauan yang dilakukan.

Penanganan banjir ini perlu dilakukan secara terencana, sistematis, terpadu, terukur dan berkesinambungan dengan membutuhkan ketelitian dan keseriusan dari berbagai stakeholders dalam penggarapannya. Ditargetkan misalnya dalam waktu 10 tahun masalah banjir di Provinsi Gorontalo ini sudah teratasi. Pada tahun pertama sudah diperincikan kegiatan apa yang akan dilakukan beserta output dan outcomenya. Demikian pula dengan tahun ke-2, tahun ke-3 dan seterusnya sampai dengan tahun ke-10.

Tahun 2006 ini adalah moment yang paling tepat, karena barusan terjadi bencana banjir untuk mulai mencanangkan penanganan pencegahan banjir secara holistik, simultan, terukur dan tuntas. Kalau tidak mulai dari sekarang maka tunggulah 4 tahun atau 5 tahun kedepan banjir akan kembali datang menghancurkan lagi berbagai fasilitas yang dibangun dengan bersusah payah dengan anggaran ratusan milyar. Dan yang lebih menyedihkan lagi menghanyutkan perlengkapan dan perkakas rumah tangga serta pakaian teman saya, pegawai rendahan dimana untuk membeli perlengkapan dan perkakas rumah tangga serta pakaian tersebut bertahun-tahun dia menyisihkan gajinya setiap bulan sedikit demi sedikit kemudian hanyut ditelan banjir hanya dalam waktu yang singkat sehari, 2 hari. Haruskah kita menyerah pada nasib dan dengan legowo menerima datangnya bencana banjir dalam siklus waktu tertentu di bumi Agropolitan ? Tanpa adanya kehendak berusaha dengan tuntas mengatasinya ? Padahal Tuhan sudah berfirman tidak akan merubah nasib sesuatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang akan merubah nasibnya. Atiolo, awasi banjir ju.....
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kab. Gorontalo
Artikel ini dimuat tanggal 11 - 12 Juli 2006 di Harian Gorontalo Post