KAPANKAH MASYARAKAT MISKIN
DI PROVINSI GORONTALO MERDEKA ?
Oleh : Yosef P. Koton
DI PROVINSI GORONTALO MERDEKA ?
Oleh : Yosef P. Koton
Mendengar dan merasakan langsung kata merdeka, siapa saja orangnya akan merasa bergembira, rileks dan bahagia. Misalkan saja seorang PNS begitu melihat jam di HP nya menunjukkan pukul 16.15 dia akan berkata habis kontrak, merdeka dari urusan pekerjaan kantor, pulang ke rumah menemui isteri/suami dan anak-anaknya. Contoh yang lebih konkrit lagi tentang kata merdeka ini adalah seorang yang barusan dibebaskan dari penjara. Dia akan menikmati betul-betul kemerdekaannya tersebut sebagai sebuah anugerah yang tak ternilai harganya setelah sekian lamanya dia tak bebas menikmati hidupnya di penjara.
Dalam sejarah Gorontalo, merdeka ini sudah dirasakan, dialami sebanyak 3 kali. Merdeka yang pertama dirasakan pada 23 Januari 1942 pada saat masih dalam penjajahan Belanda, merdeka yang kedua pada 17 Agustus 1945 saat kemerdekaan Indonesia yang sekarang ini sementara dirayakan dan merdeka yang ketiga pada tanggal 16 Pebruari 2001 saat lepas dari Propinsi Sulawesi Utara menjadi sebuah Provinsi baru di Indonesia. Dari segi umur, merdeka yang dirasakan, dialami masyarakat Gorontalo sudah berumur 64 tahun. Kalau umur manusia ini berarti sudah termasuk tua (manula). Orang Gorontalo yang hidup dan merasakan merdeka yang pertama pada 23 Januari 1942 mungkin saat ini tidak ada lagi. Demikian pula orang Gorontalo yang merasakan merdeka yang kedua pada 17 Agustus 1945 juga mungkin sudah tidak ada lagi. Orang Gorontalo yang hidup sekarang adalah turunan yang pertama, kedua bahkan mungkin yang ketiga dan keempat dari generasi terdahulu yang merasakan merdeka pertama dan kedua. Generasi yang sekarang ini berhasil mengulangi sejarah dari generasi terdahulu, yang sudah tidak ada tersebut dengan kembali memerdekan diri sebagai sebuah Provinsi baru.
Dengan tiga kali merasakan, mengalami langsung merdeka ini yang menjadi pertanyaan apakah seluruh masyarakat Gorontalo sudah merasakan, menikmati buah, hasil kemerdekaan tersebut? Yang dengan susah payah telah diperjuangkan oleh generasi terdahulu, yang sudah tidak ada tersebut? Ternyata jawabannya belum seluruh masyarakat merasakan merdeka karena sebagian masyarakat Gorontalo masih terbelenggu dengan kemiskinan yang dideritanya.
Pada saat Gorontalo dimerdekakan dari Propinsi Sulawesi Utara oleh para pejuang Provinsi pada tanggal 16 Pebruari 2001, masyarakat Gorontalo yang miskin masih sebanyak 72 % menurut data BKKBN, setelah 5 tahun kemudian Provinsi Gorontalo berjalan pada tahun 2006 ini sudah semestinya BKKBN kembali mengeluarkan data, apakah yang miskin masih sebanyak itu atau sudah menurun ?
Dengan indikator yang berbeda dengan BKKBN, data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2001, masyarakat Gorontalo yang miskin sebanyak 29,74 % atau sebanyak 253.000 orang dan 5 tahun setelah itu tahun 2005, menurut BPS masyarakat Gorontalo yang miskin menurun menjadi 29,68 % atau sebanyak 282.272 orang. Inilah warga masyarakat Gorontalo yang dikatakan belum merdeka yang sangat mengharapkan adanya pejuang-pejuang kemiskinan untuk memerdekakan mereka dari kemiskinan yang membelunggu dan menjerat mereka.
Dari evaluasi yang terukur sejak Provinsi Gorontalo terbentuk 5 tahun yang lalu dari pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan ternyata hanya dapat menurunkan orang miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 0,06 %, sedangkan dari jumlah orang miskin malahan bertambah sebanyak 29.272 orang. Pertambahan ini akibat total jumlah penduduk yang juga ikut bertambah. Padahal melihat total anggaran yang dikucurkan ke Provinsi Gorontalo baik dari APBN dan APBD selama 5 tahun yang lalu sejak dari tahun 2001 sampai dengan 2006 ini sudah sebesar Rp 8,13 Trilyun atau rata-rata setiap tahun sebesar Rp 1,355 Trilyun atau setiap bulan rata-rata sebesar Rp 113,72 Milyar. Jadi dengan anggaran sebesar itu ke Provinsi Gorontalo hanya dapat memerdekakan, menurunkan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo sebesar 0,06 % selama 5 tahun dengan jumlah masyarakat miskin malahan bertambah sebanyak 29.272 orang selama 5 tahun sehingga menjadi sebanyak 282.272 orang.
Dari kenaikan jumlah masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo selama 5 tahun terakhir menunjukkan ketidak efektifan dan ketidak efisienan anggaran dan program dalam memerdekakan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo. Bukan hanya pada tataran pemerintah Provinsi Gorontalo tetapi juga pada Pemerintah Kabupaten/Kota. Padahal salah satu indikator yang turut diperhitungkan Pemerintah pusat untuk mengucurkan besarnya anggaran ke suatu daerah adalah dalam rangka memerdekakan masyarakat miskin dari kemiskinan yang dideritanya.
Banyak program disertai dengan anggaran yang besar yang ditunjukkan untuk memerdekakan masyarakat miskin. Misalnya dari program pemerintah pusat seperti; PKPS-BBM bidang pendidikan, kesehatan, PU, perhubungan dan bantuan sosial dan lain-lain, juga dari program daerah seperti Mahyani dan bantuan sosial lainnya. Tetapi ternyata program dan anggaran selama 5 tahun ini tidak dapat menurunkan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo.
Mengapa program pusat dan daerah ini tidak dapat memerdekakan masyarakat miskin dari kemiskinan yang dideritanya ? Sebab program-program tersebut tidak mengena, tepat pada sasaran dan targetnya yaitu masyarakat miskin. Tetapi yang menikmatinya adalah bukan masyarakat miskin itu sendiri. Misalnya beras miskin, karena masyarakat miskin tidak memiliki uang untuk menebus beras tersebut maka kuponnya dijual kepada orang yang bukan miskin. Demikian pula dengan program lainnya untuk masyarakat miskin dibidang pendidikan, kesehatan, PU, Sosial, BLT dan lain-lainnya tidak tepat mengena pada sasaran karena banyak masyarakat yang tidak termasuk kelompok masyarakat miskin mengaku-ngaku, menyatakan dirinya miskin.
Oleh karena itu pada grand strategi yang kedua pembangunan Provinsi Gorontalo 5 tahun yang kedua perlu dilakukan perubahan yang mendasar terhadap program-program yang dilakukan yang lebih ditujukkan untuk memberdayakan masyarakat miskin dengan target dan sasarannya terukur. Misalkan dalam 5 tahun yang akan datang ditargetkan 100.000 orang masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo dimerdekakan, dientaskan dari kemiskinan. Sehingga setiap tahun masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo berkurang 20.000 orang. Oleh karena itu untuk mencapai target 20.000 orang setiap tahun tersebut dibuatkan program yang jelas dengan target atau sasaran yang juga jelas.
Dalam memerdekan masyarakat dari kemiskinan kata kuncinya adalah dengan membuka lapangan kerja yang sebanyak-banyaknya. Dengan mereka bekerja dan memperoleh penghasilan yang layak maka dengan sendirinya mereka akan merdeka dari jeratan kemiskinan yang dialaminya. Persoalannya masyarakat miskin ini juga berpendidikan yang rendah. Oleh karena itu pekerjaan yang sesuai untuk mereka adalah pekerjaan yang lebih mengandalkan otot yang tidak memerlukan ketrampilan khusus. Lebih baik lagi kalau pekerjaan yang dilakukannya adalah usahanya secara mandiri yang kemudian dikaji apa yang menghambat sehingga tidak berkembang dan setelah itu dibantu sehingga usaha yang dilakukan masyarakat miskin menjadi maju.
Upah minimum regional (UMR) sudah selayaknya dinaikan sehingga pekerja menerima imbalan yang layak. Dengan demikian para pekerja tidak akan menambah jumlah masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo. Kenaikan UMR ini merupakan kontribusi dari para pengusaha/kontraktor didalam memerangi kemiskinan di Provinsi Gorontalo. Sudah selayaknya dibuat peraturan bahwa keuntungan perusahaan jangan terlalu berbeda jauh dengan upah para pekerja.
Apabila dalam pembangunan Provinsi Gorontalo tahap kedua, 5 tahun yang akan datang (tahun 2007 – 2012) difokuskan pada memerdekakan, mengentaskan masyarakat miskin sebanyak 100.000 orang, maka berarti masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo seluruhnya akan merdeka pada pembangunan Provinsi Gorontalo tahap keempat yaitu pada 15 tahun yang akan datang yaitu tahun 2022. Pada tahun inilah barulah seluruh masyarakat Gorontalo benar-benar menikmati hasil perjuangan pejuang-pejuang pembentuk Provinsi Gorontalo. Kecepatan memerdekakan masyarakat miskin di Provinsi Gorontalo tergantung dari kegigihan para pejuang pembebas kemiskinan di bumi lo hundlalo.
Sungguh ironis, bermilyar-milyar anggaran untuk memerdekakan orang miskin, tetapi kenyataannya jumlah masyarakat miskin tidak berkurang malahan bertambah. Bukannya masyarakat miskin yang membangun rumah baru, membeli mobil baru tetapi hanya masyarakat yang bukan miskin. Atiolo posabari mola ju, bu duai mola timongoliyo salamati dunia wau akherati.
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kab. Gorontalo
Artikel ini dimuat tanggal 16 - 17 Agustus 2006 di Harian Gorontalo Post
No comments:
Post a Comment