Thursday, August 24, 2006

AWASI BANJIR
Oleh : Yosef P. Koton

Pagi hari Senin, 26 Juni 2006 pukul 06.11 Wita, kebetulan saya berada di luar daerah dikagetkan bunyi SMS, lebih terperanjat lagi saya membaca isinya sebagai berikut : “ Pak, ada banjir sedalam 3 Meter di tempat kontrakan saya di kampung Bugis, saya tinggal pakaian di badan, semua barang-barang tidak dapat diselamatkan”

Mengapa banjir ini terjadi ? pertanyaan ini selalu muncul saat musibah ini terjadi. Berbagai jawaban cerdas muncul saat itu. Salah satunya adalah hutan dibagian hulu dan daerah aliran sungai (DAS) semakin gundul. Jawaban cerdas ini berlalu dengan semakin surutnya air banjir serta bekas dan tanda-tanda adanya banjir mulai menghilang. Ada tindakan sedikit yang menghibur dilakukan untuk penanggulangan banjir tetapi itu tidak terlalu signifikan mengatasi banjir yang datang pada siklus waktu tertentu akibat tingginya curah hujan.

Puluhan Milyar bahkan ratusan milyar anggaran penghijauan yang merupakan input dari kegiatan penghijauan, tetapi lihatlah apa yang terjadi di lapangan. Ada berapa puluhkah tanaman penghijauan yang tumbuh (outcome) dari output terlaksananya penanaman tanaman penghijauan ? Outcome atau kinerja dari yang menangani sektor kehutanan adalah tumbuhnya tanaman penghijauan yang ditanam dan lestarinya hutan. Perlu dilakukan evaluasi kembali terhadap kinerja dari yang menangani sektor kehutanan yaitu tumbuhnya tanaman penghijauan yang ditanam sejak Provinsi Gorontalo berdiri dari tahun 2001 sampai dengan tahun sekarang ini (2006). Dari hasil evaluasi akan memberikan masukan yang sangat berharga, apakah program dalam pelaksanaan penghijauan ini akan diteruskan atau diganti dan selanjutnya diadakan perbaikan sehingga mengurangi matinya tanaman penghijauan yang ditanam.

Bukan hanya instansi pemerintah yang paling bertanggung jawab terhadap penggundulan hutan, pihak masyarakat pun harus disadarkan tentang bahaya penebangan pohon di daerah bagian hulu dan DAS. Pemakaian mesin penebang pohon oleh masyarakat perorangan perlu ditertibkan. Disinyalir mesin ini dapat menebang kurang lebih 20 Pohon perhari. Hitung saja apabila mesin ini dimiliki oleh 100 Orang, maka 2000 pohon tanaman yang ditebang setiap hari di Provinsi Gorontalo, perbulan 60.000 pohon yang ditebang dan setahun 21.900.000 pohon yang ditebang. Dengan banyaknya pohon yang ditebang ini bagaimana mungkin hutan dibagian hulu dan DAS tidak menjadi gundul ?

Penebangan pohon dengan mesin yang menjadi-jadi dan pengolahan tanah dengan melakukan pembakaran oleh masyarakat diperparah oleh lemahnya pengawasan aparat penjaga hutan yang memang tugas pokok dan fungsinya untuk mengawasi penebangan dan pembakaran hutan. Disinyalir petugas hanya bertugas dipinggir hutan dan bahkan ada yang hanya bertugas didalam kantor. Lebih menyedihkan lagi jumlah aparat penjaga hutan ini sedikit tetapi sebagian aparat penjaga hutan ini sudah beralih status menjadi pegawai Pemda. Kedepan untuk mengatasi penggundulan hutan dibagian hulu; di Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, DAS Bone, DAS Bolango, DAS Paguyaman dan DAS yang ada di Pohuwato perlu dilakukan upaya pembenahan kembali dan penguatan aparat penjaga hutan, sehingga hutan di Provinsi Gorontalo akan terhindar dari penebangan, pencurian dan pembakaran yang tidak bertanggungjawab.

Hak pengelolaan Hutan (HPH) oleh Swasta di Provinsi Gorontalo sudah saatnya tidak diberikan lagi ijin untuk beroperasi. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di Provinsi Gorontalo akan kayu sudah selayaknya yang melakukannya adalah Pemda dalam hal ini dilakukan oleh BUMD dengan koordinasi dan pengawasan yang ketat dari Dinas Kehutanan. Dengan demikian pohon yang ditebang adalah dipilih sudah berdiameter tertentu dengan jarak tertentu dan sekaligus dengan mengadakan penanaman kembali. Apabila ini dilakukan maka hutan di Provinsi Gorontalo akan lestari dan memberikan dampak ekonomi yang besar bagi kemajuan pembangunan di Provinsi Gorontalo serta menjauhnya bencana banjir dari bumi duluo limo lo pahalaa.

Hutan kota seyogyanya salah satu arealnya adalah sepanjang bantaran DAS Bone dan DAS Bolango serta DAS-DAS lainnya yang ada di Provinsi Gorontalo. Jaraknya kurang lebih 20 Meter di kiri dan 20 Meter di kanan sepanjang DAS. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri PU yang melarang pembangunan fisik dekat bantaran DAS. Peraturan Pemerintah ini harus ditegakkan mulai dari sekarang. Kalau Peraturan Menteri ini dirasakan belum cukup kuat melarang penduduk membangun dekat bantaran sungai maka perlu dibuatkan Perdanya. Bagi penduduk yang sudah terlanjur menempati bantaran DAS dicarikan solusinya agar penduduk tersebut dapat dipindahkan ketempat yang lain. Sedangkan yang baru berencana membangun dibantaran DAS sudah sepatutnya segera dilakukan pelarangan. Upaya ini dilakukan untuk mencegah secara dini kerugian yang akan diderita penduduk akibat meluapnya air sungai.

Pemecahan masalah banjir ini salah satu kata kuncinya adalah penghijauan kembali pada daerah hulu dan sepanjang DAS. Penghijauan yang selama ini dilakukan perlu ditata ulang kembali dengan melibatkan berbagai stakeholder yang benar-benar peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup di Provinsi Gorontalo dengan tidak ada kecenderungan mengambil keuntungan pribadi dari kegiatan-kegiatan penghijauan yang dilakukan.

Penanganan banjir ini perlu dilakukan secara terencana, sistematis, terpadu, terukur dan berkesinambungan dengan membutuhkan ketelitian dan keseriusan dari berbagai stakeholders dalam penggarapannya. Ditargetkan misalnya dalam waktu 10 tahun masalah banjir di Provinsi Gorontalo ini sudah teratasi. Pada tahun pertama sudah diperincikan kegiatan apa yang akan dilakukan beserta output dan outcomenya. Demikian pula dengan tahun ke-2, tahun ke-3 dan seterusnya sampai dengan tahun ke-10.

Tahun 2006 ini adalah moment yang paling tepat, karena barusan terjadi bencana banjir untuk mulai mencanangkan penanganan pencegahan banjir secara holistik, simultan, terukur dan tuntas. Kalau tidak mulai dari sekarang maka tunggulah 4 tahun atau 5 tahun kedepan banjir akan kembali datang menghancurkan lagi berbagai fasilitas yang dibangun dengan bersusah payah dengan anggaran ratusan milyar. Dan yang lebih menyedihkan lagi menghanyutkan perlengkapan dan perkakas rumah tangga serta pakaian teman saya, pegawai rendahan dimana untuk membeli perlengkapan dan perkakas rumah tangga serta pakaian tersebut bertahun-tahun dia menyisihkan gajinya setiap bulan sedikit demi sedikit kemudian hanyut ditelan banjir hanya dalam waktu yang singkat sehari, 2 hari. Haruskah kita menyerah pada nasib dan dengan legowo menerima datangnya bencana banjir dalam siklus waktu tertentu di bumi Agropolitan ? Tanpa adanya kehendak berusaha dengan tuntas mengatasinya ? Padahal Tuhan sudah berfirman tidak akan merubah nasib sesuatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang akan merubah nasibnya. Atiolo, awasi banjir ju.....
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Hulawa Kecamatan Telaga Kab. Gorontalo
Artikel ini dimuat tanggal 11 - 12 Juli 2006 di Harian Gorontalo Post

No comments: