Tuesday, August 29, 2006

PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA
DI PROVINSI GORONTALO
Oleh : Yosef P. Koton

Budaya kerja merupakan cara pandang seseorang terhadap bidang yang ditekuninya dan prinsip-prinsip moral yang dimilikinya, yang menumbuhkan keyakinan yang kuat atas dasar nilai-nilai yang diyakini, memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh untuk mewujudkan prestasi kerja terbaik.

Definisi budaya kerja di atas penulis kutip dari buku pedoman pengembangan budaya kerja aparatur negara yang merupakan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) No : 25/ Kep/M.Pan/4/2002. Makna dari definisi budaya kerja tersebut sangatlah idealis dan mengandung sejuta harapan untuk memperbaiki kinerja aparatur negara kedepan. Yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apakah keputusan Menpan tersebut hanyalah sebuah wacana yang sangat sulit untuk diimplementasikan ? Bernasib sama dengan wacana dan retorika-retorika lainnya yang dibiayai dengan anggaran yang besar tetapi tidak ada hasilnya ?

Argumentasi Menpan adalah pada masa orde lama dan orde baru pada masa yang lalu titik berat pembangunan ditekankan pada pembangunan fisik tetapi apa hasilnya ? Keterbelakangan, bila dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia yang anggarannya lebih besar pada pembangunan non fisik. Kenyataannya negara jiran tersebut lebih maju dibandingkan dengan Indonesia. Di Indonesia yang maju adalah korupsinya, padahal orang yang korupsi itu rajin sholat dan juga sudah naik haji. Itu semua akibat titik berat pada pembangunan fisik tadi (mark up). Benar juga argumentasi dari Menpan tersebut.

Untuk mewujudkan budaya kerja tersebut Menpan sudah menetapkan 4 Provinsi percontohan yaitu; Gorontalo, Jawa Timur, Kaltim dan Jambi serta 3 Kabupaten Yaitu; Pamekasan, Kutai dan Pare-Pare. Dalam tahap awal maka dilakukan pelatihan fasilitator pengembangan budaya kerja yang berasal dari daerah percontohan tersebut, di Kota Batu, Malang, Jatim ( Kotanya menyerupai Kawasan Botu, bedanya kota Batu hawanya dingin seperti; di Desa Dulomayo, Kecamatan Telaga). Pelatihannya selama 9 Hari, 8 Orang peserta diklat berasal dari Provinsi Gorontalo. Diklatnya agak beda dengan diklat-diklat yang sebelumnya diikuti. Teman penulis yang lebih senior, Gazali Gobel berkomentar luar biasa, nanti kali ini saya ikut diklat dimana supaya peserta diklat dapat berbudaya kerja maka peserta dimatikan dan diusung ke liang lahat tempat peristirahatan terakhir.

Dalam Diklat diharapkan peserta mendalami dan mengembangkan nilai-nilai budaya dasar kerja terdiri dari 34 Unsur nilai atau 17 pasang nilai sehingga antara nilai-nilai yang diyakini dan kerja sebagai bentuk aktualisasi keyakinan tersebut akan menumbuhkan motivasi dan tanggung jawab terhadap peningkatan produktifitas dan kinerja. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain seperti; keikhlasan dan kejujuran, keadilan dan keterbukaan, integritas dan profesionalisme, ketepatan dan kecepatan, kreatifitas dan kepekaan, disiplin dan keteraturan kerja dan seterusnya.

Setelah kembali ke daerah asal, peserta diklat diharapkan dapat membentuk kelompok budaya kerja atau sekurang-kurangnya apa yang sudah didapatkan pada pelatihan dapat diimplementasikan dan ditularkan pada unit kerja masing-masing. Oleh karena yang mengikuti diklat adalah para staf maka perlu dukungan berupa komitmen dan keteladanan dari pimpinan unit kerja untuk melaksanakan secara nyata dan konsisten nilai-nilai budaya kerja sesuai dengan visi, misi, aturan-aturan yang berlaku dalam melaksanakan tugas sehari-hari, bukan hanya sekedar mengucapkan atau menyuruh orang lain tetapi dirinya sendiri tidak melaksanakannya.

Pengembangan budaya kerja ini sangat bermanfaat bagi percepatan pembangunan di Provinsi Gorontalo dengan penerapan pengembangan budaya kerja maka setiap program yang direncanakan maupun yang dilaksanakan akan dapat dicapai secara efisien dan efektif, karena ditunjang oleh aparatur yang berbudaya kerja yang tinggi. Tidak akan ada lagi mark up, tidak akan ada lagi KKN, tidak akan ada lagi hal-hal yang menyimpang karena setiap aparatur yang berbudaya kerja sadar dan paham akan jati dirinya dalam hubungan yang serasi dengan manusia, lingkungan dan Tuhan yang menciptakannya.

Pengembangan budaya kerja ini harus sudah dimulai dari sekarang secara sadar dan sistematis dengan terus melakukan penyempurnaan seperti budaya kerja Kaizen di Jepang, sehingga pada suatu saat nantinya akan dapat dicapai titik puncak kecemerlangan dengan dilaksanakannnya secara utuh dan penuh nilai-nilai dasar budaya kerja tersebut.

Pengembangan budaya kerja ini bukan hanya melulu penerapannya pada aparatur Pemerintah Provinsi tetapi juga mencakup aparatur Kabupaten/Kota, aparatur penegak hukum seperti; Polisi, Jaksa dan Hakim, Anggota Dewan Yang Terhormat, swasta bahkan masyarakat. Apabila semua stakeholder ini menerapkan pengembangan budaya kerja maka kemandirian provinsi ini akan dapat dicapai dalam waktu yang tidak terlalu lama. Yang menjadi pertanyaan yang menggelitik adalah maukah kita melakukan pengembangan budaya kerja ini di Provinsi Gorontalo ? Hilangkan dululah sifat egoisme, arogansi, aji mumpung, interest pribadi, keluarga dan golongan dan lain-lain demi untuk kemajuan daerah tercinta.

Pengembangan budaya kerja ini selaras dengan program unggulan Provinsi Gorontalo yaitu; pengembangan sumberdaya manusia (SDM). Oleh karena itu hendaknya dapat diperbanyak aparatur yang mengikuti diklat, tetapi bukan diklat yang dibuat asal jadi dan daerah dibebankan biaya untuk peserta diklat dengan pemateri yang tidak berbobot. Haruslah diinventarisir dan dipilih diklat yang bermutu, standarnya seperti diklat yang dilaksanakan Menpan ini, sangat disiplin dan profesional. Kalau boleh diklat semacam ini diadakan di daerah sehingga peserta diklatnya lebih banyak serta biayannya lebih sedikit.

Aparatur juga perlu ditingkatkan jenjang pendidikannya (S2 dan S3) pada perguruan tinggi yang berkualitas. Hindari Lembaga penyelenggara yang tidak terakreditasi yang terkesan hanya untuk pemberian gelar bukan untuk penguasaan iptek sebagai nilai ke 17 dari nilai budaya dasar kerja yang diperlukan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, terutama metode analisis dan pengambilan keputusan, keahlian/ketrampilan manajerial, teknis, hukum, administrasi, ketrampilan sosial dan komunikasi.

Mampukah Provinsi Gorontalo melaksanakan amanat Menpan sebagai provinsi percontohan pengembangan budaya kerja yang akan terus dievaluasi dan dimonitor Menpan ? Hal ini merupakan tantangan tersendiri dari BKD dan Diklat serta Bagian Organisasi Setda sebagai intitusi penanggungjawab dan juga memerlukan dukungan dari segenap stakeholder untuk mewujudkan pengembangan budaya kerja kerja di Provinsi Gorontalo pada tahun ini tahun baru 2005 dimana usia Provinsi Gorontalo memasuki tahun ke 5.

Diakhir tulisan ini penulis mengutipkan konsep Islam tentang budaya kerja yaitu orang yang beruntung adalah yang hari ini prestasinya lebih baik dari kemarin. Adalah rugi orang yang hari ini sama prestasinya dengan kemarin. Adalah celaka orang yang hari ini prestasinya lebih buruk dari kemarin.

Staf Bapppeda Provinsi Gorontalo
Peserta Diklat Fasilitator Pengembangan Budaya Kerja
di Kota Batu, Malang, Jawa Timur.
Artikel ini dimuat tanggal 10 Januari 2005 di Harian Gorontalo Post

No comments: