Tuesday, August 29, 2006

PERAN MIND SETTING DALAM
PENGEMBANGAN BUDAYA KERJA APARATUR
Oleh : Yosef P. Koton

Mind Setting atau penataan pola pikir merupakan temuan baru yang diajarkan dalam Diklat maupun seminar-seminar dalam rangka untuk pengembangan kualitas SDM dan kecemerlangan organisasi. Begitu pentingnya Mind Setting ini untuk memacu kinerja aparatur Pemerintah Provinsi Gorontalo, maka hal tersebut tidak disia-siakan Gubernur Gorontalo yang dikenal tanggap dan brilliant untuk melaksanakan Diklat Mind Setting di Gorontalo, kalau tidak salah sudah dilakukan sebanyak dua kali.

Dalam rangka untuk perbaikan dan penyempurnaan Diklat Mind Setting kedepan perlu dilakukan evaluasi atau penelitian sejauh mana outcomes, benefit dan dampak Diklat Mind Setting tersebut terhadap kinerja aparatur yang sudah dilatih tersebut. Hasil evaluasi atau penelitian akan menunjukan apakah telah terjadi peningkatan kinerja aparatur ataukah kinerjanya tetap atau malahan menurun ? Kalau kinerja aparatur tetap atau menurun maka materi Mind Setting perlu disempurnakan ataukah lingkungan kerja yang kurang kondusif yang sangat dominan pengaruhnya terhadap kinerja yang tetap dan menurun tersebut ? Ataukah ada hal yang lain yang menjadi penyebab ? Kalau Provinsi Gorontalo tidak ingin ketinggalan dari daerah-daerah lainnya maka perlu dilakukan evaluasi atau penelitian yang terus menerus dan berlanjut terhadap kinerja tersebut.

Mind Setting sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan budaya kerja. Hal tersebut disebabkan karena pengembangan budaya kerja membutuhkan fleksibilitas berpikir, khususnya apabila pengembangan budaya kerja berlawanan dengan apa yang dianut sebelumnya. Begitu pentingnya Mind Setting sehingga Peter F. Drucker pakar manajemen dunia menyatakan bahwa “ Yang memprihatinkan pada masa turbulensi seperti sekarang adalah sikap dan perilaku yang masih menggunakan pola-pola pikir yang lama. Hal yang sama dikatakan oleh William James “ Revolusi generasi sekarang adalah bahwa manusia dapat mengubah aspek ekstrinsik kehidupannya dengan mengubah sikap intrinsik alam pikirannya. Dikuatkan lagi oleh pendapat Anthony Robbins “Kualitas serta keberhasilan seseorang ditentukan oleh pola-pola komunikasi dengan dirinya sendiri”.

Dalam perjalanan hidup, seseorang seringkali terjebak dalam pola pikir tertentu, yang menjadikannya kaku dalam berpikir (rigid). Orang seperti ini cenderung berpikir menggunakan pola tertentu dalam mengatasi permasalahan dan tidak dapat melihat alternatif lain diluar pola berpikirnya. Solusi untuk mengatasi cara berpikir yang demikian adalah dengan penataan pola pikir (Mind Setting). Esensi penataan pola pikir menurut kementerian pendayagunaan aparatur negara adalah untuk ; 1). Mengatasi pola pikir dan paradigma yang sulit menerima perubahan yang selama ini menjadi akar masalah dalam organisas; 2). Mengidentifikasi mental blok (mental block) yang menghilangkan inovasi, inisiatif, motivasi, pemikiran jernih dan kerjasama organisasi; 3). Menanamkan cara berpikir sistemik dalam memahami dan menyelesaikan persoalan dalam organisasi; 4). Memberdayakan potensi untuk percepatan pembaharuan dan membangun konsep berpikir diluar pola yang sudah ada (out of the box) yang terintegrasi dalam bekerja sama sebagai sebuah team; 5). Merancang visi, misi dan strategi pembaharuan serta memetakan pola pikir (Mind Sett) organisasi dan pengaruhnya terhadap kinerja dan budaya kerja; 6). Mengantisipas sejak dini hambatan yang dapat timbul dengan kondisi Mind Sett organisasi saat ini dan merumuskan perubahan pola pikir (Mind Sett) yang diperlukan agar sasaran organisasi dapat tercapai; 7). Membangun jiwa, semangat, komitmen, kesatuan arah dan nilai bersama untuk perubahan; dan 8). Memimpin dan mempelopori gerakan perubahan.

Dalam Mind Setting terdapat pelatihan untuk memeriksa arsip pengalaman masa lalu. Tanpa diminta, rekaman pengalaman negatif masa lalu dapat berputar kembali yang menyebabkan seseorang mempunyai perasaan tidak oke sesuai dengan “cikal bakal“ emosi yang menyertainya. Arsip pengalaman masa lalu ini dapat diperiksa dengan konsep “Transactional Analisys“ sehingga dengan mudah kita dapat memahami diri kita (dan orang lain) lengkap dengan sifat-sifat, sikap dan perilakunya.

Disamping itu juga dilatihkan bagaimana men’delete’ black memories dan membuat ‘short-cup’ golden memories. Rekaman buruk dimasa lalu (black memories) dapat dihapus satu persatu seperti men’delete’ arsip (file) yang tidak dikehendaki didalam komputer dengan menggunakan teknik Neuro-Linguistic Programing (NLP). Dengan teknik ini juga, rekaman bagus (golden memories) dapat dibuatkan ‘short-cut’ yang dapat dijadikan kunci untuk mendapatkan perasaan pengalaman sukses dari waktu ke waktu.

Selain itu juga dalam Mind Setting dilatihkan untuk membuat program kedepan. Sesuatu (cita-cita) yang diinginkan dimasa yang akan datang, sesungguhnya dapat diprogram kedalam otak/pikiran dengan Silva Method Of Mind-control. Prinsipnya sama dengan ‘Image Training’ atau “Inner-Learning” untuk peningkatan berbagai prestasi dengan menggunakan teknik-teknik bawah sadar. Peserta pelatihan dibekali dengan teknik relaksasi/meditasi (pikiran berada pada gelombang alpha).

Bila langkah-langkah dalam Mind Setting tersebut diatas dilakukan, maka otak/pikiran tidak lagi mengalami ‘hang’ atau “trouble” sehingga dengan sendirinya dalam keadaan yang demikian orang tersebut akan dapat berprestasi yang cemerlang, hal ini dapat dibuktikannya dengan produktifitas pekerjaannya dan atau kinerjanya yang tinggi.

Dari uraian tersebut di atas Mind Setting ini sangat perlu diikuti oleh setiap aparatur di Provinsi Gorontalo dalam rangka pengembangan budaya kerja yang akan berdampak pada peningkatan produktifitas/kinerja aparatur yang tinggi.

Tulisan ini penulis akhiri dengan menuliskan pesan dari instruktur Mind Setting, seorang dokter yang berasal dari Provinsi Bali, N. Sutrisna Widjaya namanya, dimana pesannya tersebut gema dan getarannya masih penulis rasakan sampai dengan sekarang, padahal pelatihannya sudah hampir dua bulan yang lalu, di Kota Batu, Malang, Jawa Timur. Pesannya adalah “ Sesungguhnya tidak ada orang yang malas atau tidak bermotivasi, mereka hanya belum dapat menghayati jati dirinya dan belum bisa mengembangkan visi pribadi yang bermakna “

Staf Bapppeda Provinsi Gorontalo
Artikel ini ditulis 6 April 2005

1 comment:

The Kingdom of Alphanina said...

Mas, kalau mind setting untuk pembelajaran pasangan yang akan menikah gimana, mas?