Tuesday, August 29, 2006

PENDEKATAN KESEJATERAAN
APARAT DESA *
Oleh : Yosef P. Koton

Reformasi menuntut perubahan dan transparansi di segala bidang yang dipelopori mahasiswa Jakarta, imbasnya sampai ke tingkat masyarakat desa. Transparansi/keterbukaan, KKN menjadi isu sentral yang disoroti masyarakat. Pada tingkat Pemerintah Pusat yang diunjuk rasa antara lain Presiden bersama Menteri Kabinet dan Lembaga Tinggi Negara lainnya. Maka di tingkat desa antara lain adalah Kepala Desa bersama aparat desanya. Berunjuk rasa pada pemerintah pusat yang merupakan penentu kebijakan dan full fasilitas adalah hal yang wajar di era reformasi saat sekarang ini. Tetapi pemerintah desa yang minim fasilitas dan penerima kebijakan perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak.

Pada masa lalu keberadaan desa yang “minim” ini mendapatkan kompensasi dengan penegakan stabilitas keamanan masyarakat yang mantap. Sehingga masyarakat cenderung membendung aspirasinya. Maka saat sekarang ini paradigma stabilitas sudah ditinggalkan dan diganti dengan keterbukaan sehingga masyarakat secara terang-terangan dan sangat berani menyuarakan aspirasinya.

Pemerintah Desa sebagai pemerintah paling bawah menerima/menjadi tumpuan seluruh program pemerintah baik yang direncanakan di tingkat Pemerintah Pusat maupun dari tingkat bawah. Mengingat hal tersebut maka beban dan tanggung jawab pemerintah desa pun dirasakan menjadi sangat berat. Dilain pihak program pembangunan yang disertai pembiayaan ini pada masa lalu sudah menjadi pembicaraan umum diumpamakan seperti “Es balok dalam karung”. Semakin panjang perjalanannya maka penerima terakhir tinggalah mendapatkan sepotong kecil es bahkan mungkin tinggal karungnya.

Mencermati keadaan yang terjadi pada masa lalu dan menyesuaikan dengan tuntutan saat sekarang ini. Maka tak ada jalan lain keadaan ini harus dirubah antara lainnya dengan melakukan pendekatan peningkatan kesejahteraan Aparat Desa. Bagaimana mungkin Aparat Desa dapat bekerja dengan baik apabila tunjangannya sebulan bagi Kepala Desa adalah Rp 50.000,-, Sekretaris Desa Rp 45.000,- dan Kepala Urusan Rp 40.000,-. Tunjangan ini benar-benar dibawah upah minimum regional. Bandingkan dengan upah karyawan swasta, PT. Rajawali Lakeya yang upahnya sudah Rp 200.000,- masih berunjuk rasa. Patut kita bersyukur bahwa dengan tingkat kesejahteraan seperti saat sekarang ini sebagian besar Aparat Desa masih tetap bekerja melaksanakan tugas-tugasnya.

Tunjangan dengan upah/gaji pengertiannya tentu berbeda. Menjadi pertanyaan adalah apakah Aparat Desa selama ini menerima upah/gaji tersebut? Hingga saat sekarang ini Aparat Desa tidak pernah mengetahui/menerima upah/gaji tersebut. Mengharapkan dari APPKD Desa melalui keputusan desa ? Maka perlu dilakukan survey untuk mengetahui apakah keputusan-keputusan desa itu, saat sekarang ini pada setiap desa masih berlaku atau tidak. Pengamatan menunjukan hampir disebagian besar desa, keputusan desa tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kalaupun ada yang berlaku itu hanya terbatas pada beberapa keputusan saja. Misalnya keputusan desa pada pesta perkawinan dan pasar desa (ini tergantung kalau di desa itu terdapat pasar). Berlakunya keputusan desa ini berpengaruh nyata dengan kesejahteraan aparat desa dan ini berkorelasi positip dengan keaktifan aparat desa menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.

Menyambut pelaksanaan otonomi daerah Undang-undang nomor 22 tahun 1999 pada tahun 2001. Maka aparat sebagai pelaksana pemerintah di tingkat desa perlu menjadi perhatian yang utama. Kepala Desa idealnya adalah berpendidikan sarjana sehingga dengan jeli dapat menggali potensi desa yang terpendam untuk diberdayakan bagi peningkatan pendapatan asli daerah. Selanjutnya mengusulkannya menjadi program ke pemerintah tingkat atas. Menyediakan data yang akurat sehingga program yang dibuat tidak salah sasaran. Disamping itu dengan cepat dapat menyelesaikan konflik yang ada di desa, sehingga tidak “memusingkan” pemerintah di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan juga DPRD. Pada akhirnya pelaksanaan tugas aparat desa ini akan berhasil dengan baik apabila didukung dengan tingkat kesejahteraan aparat desa yang memadai. Dengan cara menaikan tunjangan aparat desa yang saat sekarang ini, menjadi sama atau di atas UMR. Gaji/tunjangan anggota DPRD kemungkinan sudah disesuaikan. Maka hal yang sama pun perlu kearifan untuk peningkatan kesejahteraan aparat desa. Karena sebetulnya permasalahan yang timbul hingga perlu penanganan DPRD asal mulanya dari desa.
Pemerhati pembangunan
Tinggal di Desa Pentadu Barat Kecamatan Tilamuta, Kab. Boalemo

Artikel ini dimuat Nopember 2000 di Harian Gorontalo Post

No comments: